![]() |
Pimpinan DPR antara lain Setya Novanto, Fadli Zon, Taufik Kurniawan, Agus Hermanto memimpin rapat Paripurna DPR di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 7 April 2015. (Suara Pembaruan/Joanito De Saojoao) |
Karena Fadli menilai Yayah adalah orang dari Badan intelejen Negara (BIN) yang sengaja disusupkan untuk membetuk opini bahwa legal standing pelaporan Sudirman Said telah sesuai dengan UU MD3 Pasal 126.
"Ya ahli bahasa punya kemampuan apa? Masa ahli bahasa disuruh menafsirkan UU. Sudah gitu, ahli bahasanya juga dari BIN, dia sekolah tinggi BIN, ada conflict of interest, bisa saja dia anak buahnya Maroef Sjamsudin (Dirut Freeport yang merupakan mantan WakaBIN). Bisa saja," ujar Fadli di Komplek Parlemen, Senin (30/11/2015).
Politisi Partai Gerindra itu mengungkapkan, seharusnya MKD memanggil ahli hukum yang dapat menafsirkan Pasal 126.
"Bukan ahli bahasa. Itu satu hal yang salah. Orangnya tidak dikenal, tidak punya kompetensi yang dipanggil. Kalau yang dipanggil badudu, bolehlah kalau masih hidup," ujar Fadli.
Sebelumnya, MKD menghadirkan Ahli bahasa hukum, Yayah Basariah, untuk menelaah mengenai Pasal 126 mengenai pelaporan terhadap anggota DPR.
Dalam keterangannya, Yayah mengindikasikan Menteri Sudirman Said tak menyalahi UU. Hal itu tak seperti apa yang dituduhkan bahwa Menteri Sudirman melanggar legal standing. Karena pada saat pelaporan ke MKD menggunakan kop surat kementrian ESDM.
"Pengadu disebutnya setiap orang. Berarti siapapun orang bisa mengadu kalau ada permasalahan diperoleh dari UU MD3," tandas Yayah saat memberikan keterangan.
"Bagi saya masyarakat secara perseorangan adalah perseorangan sebagai masyarakat. Setiap orang punya hak untuk mengadu kepada MKD," katanya.(rmn)