logo
×

Selasa, 10 November 2015

Jokowi Harus Cabut SE Kapolri Jika Tak Mau Bernasib Sama Seperti Soeharto

Jokowi Harus Cabut SE Kapolri Jika Tak Mau Bernasib Sama Seperti Soeharto

NBCIndonesia.com - Presiden Joko Widodo diminta untuk mengeluarkan perintah kepada Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti agar segera mencabut Surat Edaran Kapolri /06/X/2015 mengenai Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech.

Pasalnya, kalau tidak segera dicabut dan diterapkan bakal menjerumuskan Jokowi dalam praktik kekuasaan rezim Orde Baru.

"Surat edaran ini kan seperti pasal-pasal yang diterapkan di era Orde Baru. Bagi pihak-pihak yang berani mengkritik pemerintahan saat itu langsung ditangkap. Jika tidak mau bernasib sama seperti Soeharto maka Jokowi harus segera memerintahkan Kapolri untuk mencabut surat edarannya itu," ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Budyatna kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/11).

Menurut dia, Jokowi harus belajar dari sejarah penguasa 32 tahun itu yang dikelilingi para penjilat. Mereka pula yang pertama kali berbalik badan alias meninggalkan Soeharto ketika posisinya terdesak.

"Jangan dipikir orang yang seolah-olah ingin membuat kita senang atau menjilat itu baik. Justru orang-orang yang bermulut manis yang harus diwaspadai karena orang-orang seperti inilah yang akan balik badan pertama kali jika terjadi sesuatu," tambahnya.

Budyatna sendiri melihat kalau SE itu dikeluarkan Polri untuk mencegah media sosial dijadikan alat untuk mengkritik Jokowi. Trend media sosial memang sudah dikendalikan. Satu pesan saja bisa langsung disampaikan ke jutaan orang.

"Jika ada politisi salah ngomong, maka akan cepat menyebar. Mungkin  ini yang menjadi dasar Kapolri menerbitkan surat itu karena semakin hari semakin banyak dan orang pun bisa semakin masif mengkritik Jokowi di sosmed, dan akan semakin banyak laporan yang masuk yang akan membuat polisi kewalahan jika harus ditangani," tengarai guru besar FISIP UI ini.

Di sisi lain menurut Budyatna ada masalah serius dalam memahami arti simbol negara di antara para penegak hukum. Dia pun mencontohkan Kadivhumas Polri, Anton Charliyan yang menganggap sosok presiden sebagai pribadi. Padahal sebagai penegak hukum seharusnya aparat Polri memahami bahwa presiden bukanlah simbol negara seperti yang tertera dalam UUD.

Ketika SBY dimaki-maki, dia  melaporkan hal itu dengan menggunakan pengacara pribadi, yang bukan alat negara seperti polisi," ujarnya.

Pengacara-pengacaranya itulah yang aktif menyomasi arap peleceh SBY. Tapi kaitan dengan SE, justru kepolisian yang pro aktif mengurangi serangan terhadap pribadi Jokowi.

"Terkesan jadinya polisi bekerja untuk Jokowi sebagai pribadi," tandasnya.(rmol)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: