![]() |
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla, memimpin rapat terbatas membahas masalah pengungsi korban bencana alam serta masalah lumpur Lapindo bersama Menteri Kabinet Kerja di Kantor Kepresidenan, Jakarta, 18 Juni 2015. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma |
Ia sendiri mengaku tidak mengerti mengapa sampai ada proses lobi yang dibayar mahal hingga USD 80 ribu hanya demi terpenuhinya kunjungan presiden Jokowi temui pemerintah Amerika Serikat. Nuno meminta pemerintah Indonesia sebaiknya terbuka terkait persoalan itu.
“Zaman sekarang tidak ada yang tidak terbuka. Sekuat apapun kita memungkus sesuatu, baunya pasti akan tercium juga. Sekarang masa transparansi. Jadi kalo ada yang ditutupin pasti menambah persoalan. Tidak boleh harus dibuka saja. memang keniscayaan dunia memang seperti itu sekarang,” ujarnya saat saat di wawancarai TeropongSenayan sehabis dirinya menjadi pembicara pada diskusi Forum Senator Untuk Rakyat Kantor Berita Politik Rakyat Merdeka Online dengan tema “Antara Gaduh Putih dan Gaduh Hitam di Kabinet Kerja” di Cikini, Jakarta, Minggu (8/11/2015).
Nuno menekankan supaya pihak Istana segera mengambil sikap dengan tidak membiarkan isu tersebut semakin berkembang. Seyogyanya, kata dia, Presiden Jokowi dan Kementerian Luar Negeri melalui juru bicaranya untuk segera melakukan penjelasan kepada publik.
“Karena masyarakat kalau ditutup itu kan akan menuntut terus. Tugas media lah untuk membongkar itu semua. Tetap diciptakan pada kepentingan tadi yakni transparansi,” ungkapnya.
Ia juga menganjurkan supaya pemerintah dan masyarakat terus mendesak hingga pemerintah berani terbuka.
“Dibikin gaduh aja itu terus, agar keluar itu barang. Dan di APBN itu kan nggak ada (anggaran USD 80 ribu untuk bayar lobi, red),” ucapnya.(itl/ts)