![]() |
Luhut Panjaitan |
Menyikapi pandangan Luhut Panjaitan itu, pengamat politik Muhammad AS Hikam, menilai Luhut lebih menampilkan dirinya sebagai seorang penguasa ketimbang sebagai pemimpin, apalagi pemimpin negarawan.
Menurut AS Hikam, solusi Luhut soal penanganan koruptor itu adalah solusi pragmatis, jangka pendek, dan cenderung berorientasi kepada kepentingan kelompok, bukan kepentingan bangsa dan negara yang sedang melakukan upaya pemberantasa korupsi dan penegakan hukum.
“Jika dilihat hanya dari sisi legalitas dan politis, maka pandangan LP (Luhut Panjaitan) punya nalar dan argumentasi serta hasil yang efektif. Bahkan, bukan tidak mungkin para pemilik rekening gendut akan berbondong-bondong mendaftar untuk membayar pajak asalkan mereka tidak kena hukuman. Dan solusi itu sangat cepat jika ‘harga’ yang ditawarkan disepakati,” tulis Hikam di akun Facebook.
Sebaliknya, kata Hikam, jika pandangan Luhut itu dikaji dari perspektif kepentingan negara dalam jangka panjang dan pembangunan karakter serta bangsa, plus dari sisi etik, maka akan sangat berbeda.
“Cara seperti ini bisa mendorong pada permissivisme dan tidak bahkan pelecehan terhadap penegakan hukum, serta mendidik warganegara untuk tidak memikirkan masa depan bangsa dan negaranya,” jelas Hikam.
Hikam menjelaskan, pendekatan semacam itu akan berdampak buruk kepada upaya membangun rule of law yang berperi keadilan. Sebab kebijakan yang mengistimewakan para pemilik rekening gendut tersebut jelas tidak akan berlaku bagi para penjahat yang biasa.
“Rasa keadilan kemudian bisa dikonversi dengan uang, dan ini akan menciptakan sinisme di kalangan warganegara yang tidak memiliki kemampuan seperti pemilik rekening gendut,” pungkas Hikam.
Sebelumnya Menkopolhukam Luhut Panjaitan melontarkan usulan agar pemilik rekening gendut tidak usah dihukum tetapi cukup dikenai pajak yang tinggi. “Pak Johan, (pemilik) rekening gendut itu tidak (usah) dihukum tapi bayar pajak saja. Ya sudah kita ampuni,” jelas Luhut kepada media.(itl)