
NBCIndonesia.com - Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat ogah jadi alat menjegal langkah sejumlah anggota parlemen yang hendak maju sebagai calon ketua umum partainya.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menanggapi maraknya desakan ke lembaganya untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dua calon ketua umum Partai Golkar, Ade Komarudin dan Setya Novanto.
"Berpolitiklah yang santun," kata Dasco, Kamis, 25 Februari 2016. "Jangan jadikan MKD sebagai alat kepentingan politik."
Toh, politikus Partai Gerindra ini mengatakan, MKD belum memberikan penilaian terhadap dugaan penerimaan gratifikasi oleh Ade Komarudin dan dugaan tanda tangan palsu Setya Novanto. Meski kental nuansa politik, menurut dia, MKD memiliki tugas dan tanggungjawab untuk memeriksa dan menjaga martabat parlemen.
"Semuanya nanti akan dibahas dalam rapat MKD," kata Dasco.
Partai Golkar sendiri baru saja menunda pengesahan susunan panitia pra Munas karena Ketua Umum Aburizal Bakrie sakit sehingga tak bisa hadir. Berdasarkan Rapat Harian Dewan Pimpinan Pusat,Munas bersama setelah polemik panjang dua kubu di partai berlambang pohon beringin tersebut akan dipimpin Theo Sambuaga. Munas rencana akan digelar sebelum pertengahan tahun guna mengejar keikutsertaan dalam Pilkada Serentak 2017.
Menurut Dasco, MKD tak bisa memastikan pemeriksaan terhadap dua calon ketua umum Golkar tersebut bakal selesai sebelum atau sesudah pelaksanaan munas. Ia berkukuh pada pembuktian, "tergantung hasil verifikasi apakah layak dilanjutkan atau tidak," kata dia. "Kalau tak layak langsung ditolak."
Ade Komaruddin dilaporkan Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAKP) dengan dugaan menerima gratifikasi sebagai anggota parlemen dari pengusaha asal Kalimantan. LAKP menyerahkan sejumlah foto kepada MKD sebagai bukti tuduhan tersebut. Sedangkan Setya, MKD sendiri belum menerima laporan masyarakat soal tanda tangan palsu di kolom absen mantan Ketua DPR tersebut pada Rapat Paripurna Selasa lalu. Kolom tersebut berisi tanda tangan meski Setya tengah berada di Sulawesi Utara untuk urusan partai.(tp)