
NBCIndonesia.com - Bali dapat memenuhi kebutuhan pangan warganya yang berjumlah 4,15 juta jiwa dengan produksi pertanian setempat.
Namun, dengan adanya kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri ke Bali yang setiap tahunnya tidak kurang dari 10 juta, menyebabkan daerah ini dalam memenuhi kebutuhan pangan masih tergantung dari daerah tetangga.
Kepala Bank Indonesia Provionasi Bali, Dewi Setyowati di Denpasar Sabtu (26/03/2016) mengatakan, Pulau Dewata yang perekonomiannya didominasi oleh perkembangan industri pariwisata, memiliki tantangan tersendiri dalam menjaga kesinambungan perekonomiannya.
Dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Bali Triwulan IV/2015, ia menyebutkan ketergantugan terhadap daerah lain akibat tingginya tingkat alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Bali yang mencapai 350 hektare pertahun membawa implikasi akan kecukupan ketersediaan pangan di Provinsi Bali.
Permasalahan yang dihadapi dalam mendukung ketahanan pangan Provinsi Bali juga adanya keterbatasan air irigasi, resiko gagal panen sebagai dampak alam maupun gangguan hama serta adanya penurunan minat tenaga kerja di sektor pertanian.
Disamping itu berkurangnya minat petani untuk menanam padi seiring dengan keuntungan yang lebih tinggi jika pemanfaatan untuk komoditas lainnya, seperti tanaman bunga, jagung dan sayur mayur yang banyak diperlukan pengusaha sektor pariwisata.
Setyowati mengatakan, dalam upaya mendukung ketahanan pangan, Pemerintah Provinsi Bali telah menerapkan Undang-Undang No. 19 tahun 2013 tentang Asuransi Pertanian yang melindungi dari bencana alam, serangan hama, wabah penyakit/hewan menular, dampak perubahan iklim.
Selain itu terkait dengan hal tersebut terdapat juga landasan hukum UU No. 41/2009, UU No.19/2013, Permentan No. 40/2015 tentang Asuransi Pertanian dengan premi total sebesar Rp 180 ribu dan disubsidi oleh Pemerintah sebesar 80 persen sehingga petani cukup membayar sebesar Rp 36 ribu.
Dimana jika terjadi gagal panen berat atau fuso, kekeringan dan terkena banjir, maka petani akan mendapatkan asuransi sebesar Rp6 juta/hektare. Program ini disebut dengan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Program yang telah diimplementasikan di Provinsi Bali sejak Oktober 2015 untuk masa tanam Oktober 2015 � Maret 2016 dengan proyek percontohan di Kabupaten Badung dan saat ini telah diupayakan untuk dapat diimplementasikan ke seluruh Bali.
Adapun dalam implementasinya, asuransi pertanian masih mendapat kendala rendahnya minat petani untuk bergabung dalam asuransi pertanian tersebut, karena sebagian besar petani di Badung memiliki mata pencaharian lain di sektor sekunder maupun tersier.
Secara statistik, gagal panen di Badung selama sembilan tahun terakhir hanya 0,22 persen dari luas tanam atau sekitar 39,4 ha/tahun, maka target asuransi 1.300 hektare namun realisasinya hanya 187,35 hektare (14,4 persen).
Petani dalam hal ini hanya membayar premi sebesar Rp 36.000/musim/hektare (20 persen) dan Rp 144.000 (80 persen) sisanya disubsidi oleh pemerintah. namun demikian program ini dianggap masih kurang menguntungkan petani terutama dalam mengklaim jika gagal panen persyarakatannya rumit.(rn)