
NBCIndonesia.com - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menegaskan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat, mengeluarkan Surat Izin Perintah Mendirikan Bangunan (SIPMB) kepada panitia Gereja Santa Clara, Bekasi Utara, sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
SIPMB ini tidak serta-merta dapat dicabut kembali oleh Pemerintah Kota Bekasi hanya didasarkan kepada adanya aksi unjuk rasa yang menolak pendirian Gereja Katolik tersebut.
"SIPMB yang diberikan sudah melalui proses panjang dari warga, RT, RW, Kelurahan Harapanbaru, Kecamatan Bekasi Utara, FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) dan Kantor Kementerian Agama yang transparan," kata Rahmat Effendi kepada SP, Kamis (10/3).
Dia mengatakan, apabila ada kelompok atau masyarakat yang menemukan adanya manipulasi atau pemalsuan data persetujuan dari warga, dia mempersilakan untuk melaporkan kepada pihak berwenang untuk melakukan penyidikan terkait pemalsuan tersebut.
"Jika ada memanipulasi atau pemalsuan seharusnya dapat melakukan verifikasi atau cross check yang hasilnya dapat diberikan atau dilaporkan ke kepolisian untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan," imbuhnya.
Jika memang benar terungkap adanya pemalsuan dokumen persetujuan yang diberikan 60 warga Muslim di sekitar lokasi dan 90 jemaat Katolik, dapat diperkarakan melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Silakan melakukan gugatan di ranah hukum bukan melakukan demontrasi meminta dicabut SIPMB tersebut," tegasnya.
Dia mengungkapkan, Pemerintah Kota Bekasi mengeluarkan SIPMB yang dianggap sebagai produk hukum yang tidak bisa seenaknya dicabut kembali oleh Wali Kota Bekasi yang notabene telah menandatanganinya.
"Kecuali ada perintah hukum melalui keputusan pengadilan dan itu pun juga harus mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau inkrah," imbuhnya.
Dengan demikian, kata dia, kepala daerah atau wali kota mencabut produk hukum yang telah dikeluarkannya atas perintah hukum bukan desakan aksi unjuk rasa. "Karena negara kita adalah negara hukum," tandasnya.
Lokasi pembangunan Gereja Santa Clara berada di Jalan Lingkar Utara, dan terbagi dua RT yakni RT 02 dan RT 03/RW 06, Kelurahan Harapanbaru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Rencananya, bangunan gereja tersebut berdiri di atas lahan seluas 6.500 meter persegi. Selain gedung ibadah, di lahan yang sama akan dibangun ruangan sekretariat gereja, klinik serta lahan parkir.
"Kami upayakan, bangunan gereja tidak tampak dari luar, dari jalan raya, karena tertutup dengan kantor sekretariat, klinik serta parkiran. Jadi, tidak benar ada kabar yang mengatakan Gereja Santa Clara terbesar se-Asia Tenggara. Lahannya saja hanya seluas 6.500 meter persegi," ungkap Humas Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara, Herman Yosef Sulistyo.
Sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah, sudah dilakukan jemaat Santa Clara.
Diketahui, ada sekitar 172 jemaat cikal bakal Santa Clara di wilayah Kelurahan Harapanbaru, Kecamatan Bekasi Utara yang menandatangani persetujuan sebagai sayarat pengajuan pendirian rumah ibadah. Sehingga pemenuhan kuota sebanyak 90 jemaat sudah terpenuhi.
Secara keseluruhan, diperkirakan jumlah jemaat Katolik di Kecamatan Bekasi Utara sedikitnya 6.000 jiwa. Hal ini, diperkuat dengan pernyataan panitia pembangunan Gereja Santa Clara yang mengatakan, pendirian gereja Katolik di satu kecamatan minimal harus memiliki sedikitnya 6.000 jemaat.
"Apabila jemaat di satu kecamatan sudah terpenuhi minimal 6.000 jemaat maka Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) akan memberikan izin pengajuan pendirian gereja di kecamatan tersebut," ujar Sulistyo.
Sulistyo memastikan, ada sekitar 9.000 jemaat Katolik atau sebanyak 2.000 kepala keluarga (KK) di wilayah Bekasi Utara. "Untuk wilayah Bekasi Utara, memang belum ada Gereja Katolik. Santa Clara nantinya, satu-satunya gereja Katolik di Bekasi Utara. Kalau tempat ibadah jemaat Katolik di ruko-ruko memang sudah ada, tapi itu bukan dikatakan sebagai gereja," tuturnya.
Saat ini, umat Katolik cikal bakal jemaat Santa Clara beribadah di ruko Wisma Asri, tidak jauh dari lokasi rencana pembangunan Gereja Santa Clara. "Kami sudah 18 tahun beribadah di ruko Wisma Asri sebagai jemaat Santo Arnoldus. Nantinya akan mendirikan jemaat Santa Clara," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua RT 03/RW 06, Nari (58), mengatakan warga Muslim yang tinggal di dua RT yang berada di lokasi pembangunan Gereja Santa Clara, tidak mempersoalkan keberadaan gereja yang akan dibangun.
"Sebenarnya, warga sekitar tidak mempermasalahkan pembangunan gereja. Kita juga heran, kenapa ada pihak yang mempermasalahkan pembangunan gereja," kata Nari.
Dia pun berharap, agar warga lebih mengkritisi ajakan-ajakan atau informasi yang salah, terutama berkaitan dengan isu SARA. (sp)