logo
×

Sabtu, 16 April 2016

Koordinator TPDI Nilai Pemda DKI Jakarta Bisa Gugat BPK RI

Koordinator TPDI Nilai Pemda DKI Jakarta Bisa Gugat BPK RI

NBCIndonesia.com - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai masyarakat atau Pemda DKI Jakarta dapat melakukan gugatan “Perbuatan Melawan Hukum” terhadap BPK  terkait Laporan Hasil Pemeriksaan atau LHP BPK dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras.

Gugatan ini dilayangkan jika opini, kesimpulan dan rekomendasi yang dituangkan di dalam LHP BPK tersebut tidak sinkron dengan temuan fakta-fakta hukum hasil pemeriksaan.

Dalam UU BPK, kata dia LHP adalah akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data atau informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam LHP sebagai  Keputusan BPK.

“Karena itu, LHP BPK harus benar-benar berisi pernyataan yang profesional dari pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang tidak boleh menyesatkan siapapun, apalagi  kalau LHP itu dibuat berdasarkan pesanan pihak-pihak tertentu dengan motif politik, ekonomi dan/atau KKN untuk mengkriminalisasi seseorang yang jelas-jelas di luar tujuan dilakukan Audit menurut UU,” ujar Petrus di Jakarta, Jumat (15/4).

Dalam banyak kasus, kata Petrus, pihaknya sering menemukan LHP BPK patut diduga sebagai rekayasa, karena antara temuan penyimpangan, opini dan kesimpulan serta rekomendasinya tidak sinkron.

Kadang-kadang temuan penyimpangannya, kata dia mencengangkan, opini dan kesimpulannya mengerikan, akan tetapi rekomendasinya loyo. Atau sebaliknya temuan dan opini serta kesimpulannya biasa-biasa saja, akan tetapi rekomendasinya meminta agar pejabat yang bersangkutan diproses pidana oleh KPK, Kejaksaan atau Polri.

“Ini mengindikasikan bahwa para auditor BPK RI tidak bekerja secara independen, obyektif dan profesional, dalam menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, kepatuhan dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan Negara,” tandas dia.

Diungkapakan, bahwa dalam situasi di mana  KKN di kalangan penyelenggara Negara terjadi secara masif, maka BPK harus dipandang sebagai sebuah institusi dengan pejabat-pejabat yang memiliki jabatan yang rawan KKN.

Karenanya, dalam menyusun sebuah LHP, patut diduga terjadi manipulasi data/informasi dalam memberikan penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas dan keandalan data/informasi tentang pengelolaan dan tanggung jawab atas keuangan negara.

“Dengan demikian, seseorang akan dengan sangat mudah dikriminalisasi atau dipolitisasi haknya untuk mendapatkan keadilan yang diawali dari penyesatan terhadap LHP BPK, dan dengan mudah aparat penegak hukum akan menjadikan LHP sebagai salah satu bukti permulaan untuk menaikan status pemeriksaan dari penyelidikan ke penyidikan dan memberi status tersangka kepada seseorang,” ungkap dia.

Dalam kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras, menurut Petrus, LHP BPK sudah ditangan KPK bahkan menjadi salah satu alat bukti bagi KPK dalam melakukan penyelidikan. Publik berharap agar KPK tetap menjaga independensi dan netralitasnya dalam melihat LHP BPK dimaksud, sebagaimana KPK pernah menyatakan penilaian atau pendapatnya bahwa dalam kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras,  belum ada kerugian negara dan tidak adanya niat Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan kejahatan korupsi.

“KPK bisa saja mengabaikan LHP BPK karena  KPK berbeda  penilaian dan pendapat dengan LHP  BPK terkait dugaan korupsi dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras. Di sini sesungguhnya opini, kesimpulan dan rekomendasi BPK tentang telah ada kerugian negara akibat adanya pelanggaran hukum dalam jual beli lahan RS. Sumber Waras dapat dikesampingkan oleh KPK,” terang dia.

“Karena bisa saja meskipun menurut KPK telah ada pelanggaran hukum, tetapi tidak ada kerugian negara atau sebaliknya ada kerugian negara tetapi tidak ada pelanggaran hukum, sehingga penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS. Sumber Waras wajib dihetikan penyelidikannya berdasarkan kewenangan KPK menurut ketentuan pasal 44 UU KPK,” kata dia menambahkan.

Selain terdapat mekanisme penghentian penyelidikan, lanjut Petrus, KPK juga masih memiliki satu kewenangan lain yaitu mengalihkan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK kepada Jaksa Pengacara Negara atau kepada Pemda DKI Jakarta untuk menempuh proses gugatan perdata manakala Pemda DKI Jakarta merasa dirugikan dalam jual beli lahan RS. Sumber Waras ini. Mekanisme  hukum seperti ini, kata dia telah dianut oleh UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini sudah diatur di dalam Pasal 32 yang menyebutkan dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa salah satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan perdata atau kepada instansi yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata.

“Dalam konteks ini, KPK harus menjadi filter terakhir untuk menangkal seluruh upaya pihak-pihak tertentu yang mencoba memperalat LHP BPK sebagai senjata untuk mengkriminalisasi atau mempolitisasi seseorang,” pungkas Petrus. (sp)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: