logo
×

Selasa, 14 Juni 2016

DPR: Pembelian RS Sumber Waras Melanggar Administrasi

DPR: Pembelian RS Sumber Waras Melanggar Administrasi

Nusanews.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh pemerintah Jakarta pada 2014 tak memenuhi unsur korupsi. KPK menampik audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan pembelian lahan seluas 3,6 hektare itu merugikan negara Rp 191,3 miliar.

Rupanya Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat juga ikut mengkaji pembelian lahan senilai Rp 755 miliar itu. Panitia Kerja Penegakan Hukum yang menganalisis kasus Sumber Waras dan Pasar Turi Surabaya menemukan bahwa pembelian tersebut melanggar administrasi.

Anggota Panitia Kerja Arsul Sani membacakan temuan tersebut di depan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rapat kerja hari ini, Selasa, 14 Juni 2016. Panitia menemukan tiga temuan yang menyatakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak cermat ketika memutuskan pembelian tersebut.

Temuan pertama, kata Asrul, pembelian Sumber Waras dibuat sebelum Peraturan Anggaran disetujui DPRD Jakarta. "Dari keterangan yang kami dapatkan, kajian lahan dibuat setelah Perda APBD 2014 disetujui. Jadi ini mengesankan kajian lahan hanya formalitas saja," katanya.

Temuan kedua, Kebijakan Umum Perubahan Anggaran 2014 baru ditandatangi pimpinan DPRD dan Ahok sebagai Plt Gubernur setelah Raperda APBD 2014 yaitu tanggal 13 agustus. "Padahal di situ tertera KUPA selesai dibahas 13 juli," katanya.

SK pembelian tanah, kata Arsul, diterbitkan tanggal 13 agustus, temuan Komisi Hukum SK tersebut baru ditandatangani 30 Desember 2014. Konsultasi publik yang ditandatangani 8 Desember 2014 juga keliru karena Komisi menemukan fakta bahwa pelaksanaannya pada 15 Desember.

Temuan terakhir adalah surat keputusan Gubernur Ahok soal penetapan lahan pada 19 Desember 2014. Tanggal ini dua hari setelah tanda tangan akta pelepasan hak tanah. "Kami melihat enam tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan yaitu perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, penentuan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta saat itu tidak sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Presiden," kata Arsul.

Undang-undang yang dimaksud yaitu UU nomor 2 tahun 2012, Perpres 70 tahun 2012 dan Perpres 40 tahun 2014. Komisi hukum, kata Arsul, merekomendasikan KPK menindaklanjuti temuan tersebut. "Kalau tidak ada unsur perbuatan melawan hukum, kami ingin menanyakannya dalam konteks tugas pengawasan kami," katanya. (tp)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: