
Nusanews.com - Anggota Komisi VIII DPR Ledia Hanifa mengingatkan pemerintah, bahwa ada hal yang sangat penting di luar masalah kebiri bagi pelaku kejahatan, yaitu kebiri masa depan anak bangsa yang tengah terjadi secara intens di negeri ini.
Menurut Ledia, saat ini anak Indonesia tengah dihantui situasi pengebirian masa depan dari berbagai sudut yang kian meningkat.
Misalnya, penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, kekerasan pada anak, kejahatan seksual, paparan pornografi semakin mudah ditemui, minimnya keteladanan, hingga kian lemahnya hubungan sosial yang positif baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan keseharian.
"Bahkan, modal sosial kesalehan anak-anak kita yang bisa menempanya menjadi generasi penerus yang berbudi luhur, kini semakin tergerus," kata Ledia saat dihubungi, Jakarta, Minggu (24/7/2016).
Di sisi lain, politikus PKS ini melihat, Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, hingga kini masih belum mendapat kepastian akan disahkan menjadi Undang-Undang.
Beberapa pihak memilih untuk merevisi undang-undang perlindungan anak secara lebih komprehensif ketimbang sekedar meresmikan perppu yang lebih dikenal sebagai perppu kebiri itu sebagai Undang-undang.
"Pada dasarnya semua memiliki argumen untuk melindungi anak Indonesia. Hanya tinggal dikaji mana yang bisa memberikan perlindungan maksimal bagi anak Indonesia," ucapnya.
Karena itu, Ledia berharap ada kebijakan yang bisa diambil pemerintah bersama pihak legislatif yang secara lebih sistematis, simultan, dan komprehensif bisa memberikan perlindungan kepada anak Indonesia.
Ledia menguraikan beberapa peraturan perundangan terkait perlindungan anak misalnya belum memasukkan konteks pengasuhan dan ketahanan keluarga yang bisa menjadi pondasi penguatan modal sosial dan modal kesalehan kepribadian anak.
"Kebijakan ramah anak juga belum menjadi bagian dari indikator pembangunan, sementara konsep kota/kabupaten layak anak masih menggunakan ukuran kuantitatif data," jelasnya.
Ledia yakin kesadaran untuk menjadikan kebijakan ramah anak sebagai salah satu indikator pembangunan ini dapat meminimalisir pelanggaran hak anak, sementara penegakan hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisir terjadinya kekerasan atau kejahatan pada anak.
"Kalau berorientasi pada yang terbaik bagi anak, kita tak akan mentolerir lagi misalnya, lagu-lagu, iklan, sinetron, film, game, situs, aplikasi, bacaan, komunitas yang mengajarkan pelecehan pada teman, guru dan orangtua, atau yang mengajarkan mudahnya mengumbar amarah, hasad, hasut, iri dan dengki, apalagi yang sampai berisi nilai-nilai kekerasan, porno dan kebebasan yang melanggar norma masyarakat dan nilai agama," paparnya. (ts)