
Nusanews.com - MPR semakin ngebet untuk mengamandemen UUD 1945. Ketua MPR Zulkifli Hasan mengklaim, keinginan mengubah konstitusi tersebut bukan hanya datang dari elite. Publik juga menginginkan hal serupa. Karena itu, MPR semakin mantap untuk menjalankannya.
Selama ini, MPR gencar melalukan sosialisasi ke masyarakat. Salah satunya mengenai pentingnya memasukkan kembali GBHN atau haluan negara dalam konstitusi. Ternyata, respons masyarakat sangat positif. Dengan respons itu, MPR siap menggolkan amandemen.
"Aspirasi berbagai daerah itu disepakati melalui rapat koordinasi MPR," jelas Zulkifli di komplek Parlemen, Senayan, kemarin.
Kata Zulkifli, keberadaan GBHN ataupun nama lain yang sejenis, sangat penting sebagai acuan pembangunan. Dengan GBHN itu, pembangunan nasional lebih terarah. Namun, jadi tidaknya amandemen itu tergantung kesepakatan dalam sidang di MPR nanti. Jika fraksi-fraksi dan DPD setuju, amandemen itu bisa dilanjutkan.
Zulkifli memastikan, amanademen nanti tidak akan melebar ke mana-mana. Sebab, tujuannya memang hanya memasukkan GBHN sebagai haluan pembangunan nasional. Dia menyebutnya sebagai amandemen terbatas.
Mengenai kekhawatiran sebagian kalangan bahwa amandemen itu akan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, Zulkifli membantah dengan tegas. "Tidak, ini hanya untuk memasukkan haluan negara," tegasnya.
Soal GBHN ini, Zulkifli mengakui memang tidak semua pihak setuju. Adanya juga yang keberataran. Makanya, sebelum sidang istimewa mengenai amandemen itu dilakukan, MPR terus melakukan sosialisasi. MPR juga terus menggelar focus group discussion (FGD) untuk memperoleh masukan dan merumuskan haluan negara.
"Karena itu, kami terus meminta pendapat dan berdiskusi. Tidak perlu ada kekhawatiran tentang kembalinya halauan negara. Haluan negara itu penting untuk menjadi dasar atau acuan pembangunan dan menyelaraskan antara kebijakan pemerintah pusat dengan daerah," tandasnya.
Guru besar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra masih ragu dengan pernyataan Zulkifli. Dia kata, masih ada potensi MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi negara melalui amandemen nanti. "Konsekuensinya banyak, seperti MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara," ucapnya.
Kembalinya MPR menjadi lembaga tertinggi negara itu muncul saat Presiden wajib menjalankan GBHN atau haluan negara sesuai dengan UUD baru hasil amandemen. Kewajiban tersebut kemudian dipertanggungjawabkan di hadapan MPR.
"Kalau MPR punya kewenangan untuk membentuk GBHN dan dijalankan oleh lembaga lain, itu artinya yang menjalankan bertanggungjawab kepada MPR. Ini menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi," jelasnya. (rm)