
Nusanews.com - Deputi II Badan Intelijen Negara (BIN) Marzuki Thamrin menegaskan, pemberian Amnesty pada Din Minimi ditujukan sebagai antisipasi tindakan pemberontakan yang akan terjadi di masa mendatang.
“Kalau dibiarkan, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh negara? Bahkan mereka itu selalu mengintimidasi proses Pilkada di Aceh, untuk memenangkan calon tertentu,” ungkap Marzuki di Jakarta, Sabtu (06/08/2016).
Justru, lanjut dia, dengan adanya amnesty ini diharapkan akan berdampak kepada pemberontak lain untuk menyerahkan diri kepada NKRI. Kelompok Santoso di Palu, Sulawesi Tengah, sebanyak 3 orang sudah menyerahkan diri.
“Semoga saja kelompok Ternaus Urif di Puncak Papua menyerahkan diri,” ujarnya.
Yang jelas menurut Marzuki, BIN sudah meminta berbagai pertimbangan hukum kepada konstitusi hukum seperti Mahkamah Agung, Menkumham, dan lain-lain. Lalu, kenapa prosesnya lama? Hal itu karena proses verifikasi data dengan Polri.
Sebenarnya, kata dia, untuk di Aceh, mereka kecewa dengan perjanjian Helshinki. Dimana ayahnya yang tewas, ibunya yang janda dan anaknya yang yatim ternyata sampai hari ini tidak menerima uang yang dijanjikan.
"Jadi, kemana uang rekonsiliasi nasional dulu itu?” tanya dia.
Sementara itu, kata dia, Dalam konteks Papua juga hampir sama, bahwa yang menjadi persoalan mereka itu bukan persoalan memisahkan diri dari Indonesia, melainkan masalah kesejahteraan.
“Jadi, mereka itu bukan ingin memisahkan dari NKRI, tapi karena kesejahteraan,” pungkasnya. (ts)