
Nusanews.com - Sampai saat ini, proses pembelian lahan eks Kedutaan Besar Inggris oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak kunjung dilakukan. Ada beberapa kesepakatan yang belum tercapai, salah satunya mengenai proses peradilan jika ke depannya lahan tersebut bermasalah.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar Muchlisin mengungkapkan, Kedubes Inggris keberatan apabila kasus sengketa lahan ditangani sistem peradilan Indonesia. Djafar menyebut Kedubes Inggris lebih menginginkan kasus ditangani peradilan di Singapura.
"Kalau terjadi sengketa hukum, maka pengadilan mana yang akan melaksanakan. Ini belum ada kesepakatan. Kalau mereka mintanya netral di Singapura," kata Djafar usai rapat kerja dengan Komisi D DPRD DKI, di Gedung DPRD, Kamis (12/8/2016).
Dalam rencana proses pembelian lahan eks Kedubes Inggris, Pemprov DKI turut melibatkan Kementerian Luar Negeri selama dialog dengan pihak Kedubes Inggris.
Dari rekomendasi Kemenlu, Djafar menyebut Pemprov DKI diminta untuk tidak menyetujui permintaan agar sengeta lahan dilakukan peradilan Singapura.
"Kami mintanya di Indonesia dong, kan transaksinya di Indonesia, lahannya juga di Indonesia. Nah ini yang belum terjadi kesepakatan. Belum ketemu kesepakatannya," ujar Djafar.
Lahan eks Kedubes Inggris berlokasi di sekitar Bundaran HI. Rencana pembelian lahan diketahui sudah dilakukan sejak 2013. Lahan itu rencananya akan digunakan untuk taman dan call center 112.
Pemprov DKI sudah mengajukan anggaran pembelian lahan mencapai Rp 470 miliar dalam APBD DKI 2016. Namun, dalam perkembangannya, DPRD tak menyetujui pembelian lahan karena beberapa masalah, seperti tak adanya pembahasan terlebih dahulu dengan DPRD, harganya yang dianggap kemahalan, dan status lahan yang berada di zona merah (area perkantoran). (kp)