
Nusanews.com - Persoalan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) yang sedang dibahas, sedang dalam pendalaman, dikarenakan oleh DPR RI dan juga DPD RI, terdapat perbedaan dalam salah satu poin, dimana poin tersebut, juga memasukkan para LGBT.
Usulan dimasukkannya LGBT dalam RUU-PKS ditengarai karena adanya desakan dari sebuah organisasi di luar negeri yang menginginkan Indonesia dapat memberikan ruang kepada kaum yang oleh para dokter ahli kejiwaan menganggap jika LGBT hanyalah sebuah penyakit, sepetti yang pernah ditanyangkan di salah stasiun televisi, dalam acara ILC.
Menurut Senator Fahira Fahmi Idris Wakil Ketua Komisi III yang membidangi perempuan dan anak, saat ini LGBT bukanlah korban, dan tidak bisa diamsukkan dalam RUU-PKS. Bahkan Fahira curiga adanya oknum anggota DPR RI yang memang sengaja memasukkan poin terkait dengan LGBT.
“Saya setuju dengan Fahira, dengan menyetujui adanya poin LGBT dalam RUU-PKS maka kita secara tidak sengaja mengakui keberadaan mereka,” ujar Safrin Yusuf, Wakil Ketua Badan Koordinasi Mubaligh Se-Indonesia.
Bahkan Safrin mengingatkan kekerasan yang dialami oleh para LGBT yang menurut Safrin adalah manusia berpenyakit jiwa, hingga berujung pada kematian di kalangan pelaku homoseksual justru berasal dari sesama homoseksual, “jadi yang mau diliindungi apanya ? Mereka saling bunuh sesamanya, bukan saling memperkosa,” ujar Safrin sedikit keras.
Bahkan Safrin mendukung langkah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR RI yang ingin mengajukan UU tentang pelarangan LGBT di Indonesia, “Setahu saya rusia negara komunis, tapi mereka justru melarang adanya LGBT, kenapa Indonesia yang negara Agama justru harus memberikan ruang kepada mereka,” ujarnya sedikit emosi melihat tayangan yang ditampilkan di beberapa televisi, yang menampilkan para lelaki justru bertingkah memaksa diri seperti wanita.
Jazuli selaku Anggota Komisi III DPR RI dari PKS mengatakan jangan berbicara soal HAM ketika LGBT disinggung, karena orang lain juga memiliki HAM.
“Indonesia bukan negara Republik Liberal, dan RUU ini kami susun tanpa melanggar HAM, dan perlu di ingat, jika HAM tidak boleh mengganggu HAM orang lain juga,” ujar Jazuli.
Menurut Safrin LGBT bukan seperti jenis wanita atau pria yang memang sudah dikodratkan demikian sejak lahir, namun LGBT itu terbentuk karena lingkungan dan kebiasaan.
“Maka hak asasi setiap orangtua untuk menjaga anak mereka dari pengaruh penyakit jiwa yang mereka tularkan,” ujar Safrin.
Saat ini beberapa ormas memang meminta agar RUU-PKS segara disahkan, namun persoalan LGBT masih menggantung, dan salah satunya pendukung poin LGBT adalah Anggota DPR RI dari Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka.
Keterdesakan agar segera di sahkan, menurut Rieke dikarenakan adanya polemik untuk membahasnya, apakah komisi VI saja atau sebuah panitia yang lebih besar lagi hingga lintas ke DPD RI.
Rieke yang juga kader PDIP mendukung masuknya LGBT dalam poin RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena menurutnya dikarenakan korban saat ini bukan hanya wanita dan anak-anak tapi juga lelaki yang konteksnya ada dalam lingkup LGBT.
“Rieke jangan membuat sesuatu yang bukan pada tempatnya, RUU PKS itu karena perempuan dan anak-anak sejak jaman dahulu sudah dikategorikan manusia lemah, dan mudah menjadi korban, berbeda dengan laki-laki,” ujar Safrin heran. (pb)