
Nusanews.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR memulihkan nama baik Setya Novanto di kasus 'Papa Minta Saham' berbekal putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dianggap tidak tepat karena proses di MKD adalah soal etika.
"Ini membuktikan DPR lembaga politik. MKD bagian dari DPR, karena itu, mereka jadi tidak bisa membedakan mana masalah hukum dan etika," kata anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul, Rabu (28/9/2016).
Ruhut tidak memungkiri putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Novanto soal penyadapan dan permufakatan jahat. Namun, dia mengingatkan bahwa proses di MKD adalah soal etika yang harusnya tak tercampur dengan hasil MK.
"Ini kan masalah etika. Apa pantas pejabat negara pimpinan DPR kongkow-kongkow dengan pengusaha dan kaitannya papa minta saham," ungkap politikus Partai Demokrat ini.
Menurut Ruhut, seharusnya putusan MK tidak membuat MKD merehabilitasi hasil sidangnya. Tapi lagi-lagi, dia melihat MKD sudah politis.
"Harusnya tidak mengubah putusan. Dia kan dihukum karena masalah etika. Ini enggak pas. Tapi ya kan jadi pas karena mereka lembaga politik," ucap Ruhut.
Dia pun menolak bila rehabilitasi ini jadi peluang Novanto kembali jadi ketua DPR lagi setelah namanya dipulihkan. "Ya enggak. Kalau mau ambil lagi itu tenggelam lah Golkar," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Fraksi Golkar DPR meminta nama ketuanya, Setya Novanto, di kasus 'Papa Minta Saham' direhabilitasi. MKD DPR mengabulkannya dan memberikan pemulihan nama baik untuk Ketum Partai Golkar itu.
"Sudah, kemarin. Jadi memang ada rapat di MKD menindaklanjuti permohonan Pak Setya Novanto ke MKD untuk Peninjauan Kembali (PK) terhadap proses persidangan yang dilakukan MKD," ungkap Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding saat dikonfirmasi, Rabu (28/9/2016). (dtk)