
Nusanews.com - Koalisi pendukung Ahok-Djarot mulai dihantui perpecahan jelang Pilgub DKI 2017. Satu per satu loyalis Partai Golkar ngacir meninggalkan partai belambang beringin. Hal ini dipicu karena Beringin mendukung incumbent Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Adalah Ketua DPP Partai Golkar Bidang Energi dan Energi Terbarukan, Dedy Arianto resmi mengundurkan diri dari kepengurusan pusat Partai Golkar.
Keputusan ini diambil karena Golkar tetap mendukung Ahok di Pilkada Jakarta 2017. "Saya sudah sampaikan Whatsapp resminya hari ini ke semua, staf DPP, pimpinan DPP, ya mereka bilang pilihan, silakan. Jika diminta surat resmi, saya buat," ujar Dedy yang akrab disapa Oe Oe, kemarin.
Jauh hari sebelumnya, sebelum surat dukungan diserahkan kepada KPUD DKI, Dedy dan dan beberapa kader lainnya telah meminta DPP Partai Golkar dan DPD Golkar DKI untuk mempertimbangkan dukungan kepada Ahok mengingat bersangkutan bukan loyalis partai.
Tapi, permintaan itu rupanya tidak digubris. "Kalau saya dari awal menolak Ahok karena ini persoalan aqidah, keyakinan tidak bisa dipaksakan. Keyakinan saya, Islam, memilih itu masuk kategori. Saya disuruh murtad ya saya nggak mau," ujarnya.
Alasan lainnya, menyangkut blunder Ahok baru-baru ini yang menyebut-nyebut surat Al-Maidah dalam Al Quran ketika berdialog dengan masyarakat di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu.
Dengan pernyataan itu, dia menilai, Ahok telah melukai perasaan umat muslim. "Saya sebagai muslim merasa terluka. Ibaratnya orang gelap mata mukul orang, ini orang yang dipukul geger otak nggak bisa sembuh, si pemukul minta maaf tapi lukanya nggak bisa disembuhin. Ini kejadiannya sama dengan Ahok lakukan," jelasnya.
Ditanya lebih lanjut tentang pengunduran dirinya, Dedy memastikan, sudah siap jika ada sanksi lain menyusul, seperti pemecatan dari partai atau pencabutan kartu anggota. "Itu sah-sah saja, hak partai dan saya sudah siap mental," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Fadel Muhammad, mengatakan, Partai Golkar akan memutuskan dalam rapat apakah tetap mempertahankan atau melepas dukungan kepada Ahok atau tidak.
Menurut Fadel, rapat itu digelar DPP Golkar karena pernyataan kontroversi Ahok soal Surat Al-Maidah. "Malam ini semua pengurus DPP kumpul membahas soal Ahok. Pernyataannya memang sangat kontroversial. Makanya semua kumpul bagaimana Golkar akan bersikap apakah lanjut mendukung atau tidak," kata Fadel di Kuta, Bali (Jumat, 7/10).
Menanggapi hal itu, Sekretaris Tim Pemenangan Ahok-Djarot yang juga fungsionaris dan kader Golkar, TB Ace Hasan Syadzily menyebut, tidak masuk akal pengunduran diri kader Golkar karena alasan keyakinan. "Agak lucu kalau keluar dari dukungan Ahok-Djarot argumennya beda keyakinan. Kalau Mundurnya itu alasannya politik tidak masalah," katanya di Jakarta, kemarin.
Dia mengaku, Golkar sedang diuji sebagai partai dalam memberikan dukungan di tengah gejolak yang terjadi. "Daya tahan Golkar sedang diuji, toh dukungan PDIP itu lahir walau belakangan semua itu dari upaya mewujudkan kebhinnekaan walau ada tekanan besar dari kader akar rumputnya sendiri. Golkar akan menunjukkan kebhinnekaannya itu pula," jelasnya.
Ketua Relawan Ibukota pendukung pasangan Ahok-Djarot yang juga politisi PDI Perjuangan, Rhuqby Adeana meminta ketegasan Golkar untuk menentukan dukungan kepada pasangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017. Dia bilang, kalau Partai Golkar ingin ke luar dari partai koalisi silakan keluar.
"Tegas-tegasan saja. Kalau DPP Partai Golkar mau ke luar dari parpol koalisi pendukung Ahok-Djarot, keluar saja," tegas Rhuqby, Jumat malam (7/10).
Rhuqby mengaku, DPP Partai Golkar mulai ragu untuk melanjutkan dukungan kepada pasangan Ahok-Djarot pada Pilkada 2017. Hal itu lantaran pernyataan Ahok yang kerap bluder, misalnya menyebut surat Al Maidah. Untuk, lanjut Rhuqby mewarning Partai Golkar untuk tidak melakukan manuver politik apalagi mengancam akan menarik dukungan terhadap Ahok-Djarot.
"Seharusnya DPP Golkar bukan menambah kisruh suasana, tapi membantu menjelaskan ke publik terkait persoalan Ahok, demi menjaga soliditas tim koalisi," ketusnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai, sudah ada tanda-tanda koalisi partai pendukung Ahok-Djarot mulai pecah. Buktinya, antara kader Golkar dan PDIP mulai tak sepaham.
Dikatakan, ketika ada kader Golkar menolak Ahok, dan saat itu pula kader PDIP mempersilahkanya. Ujang melihat, ternyata tidak hanya kader internal saja yang meminta Golkar ke luar dari koalisi Ahok-Djarot, tapi relawan juga melontarkan desakan sama.
"Politik itu dinamis, setiap saat bisa berubah. Jadi tidak heran jika Golkar akan berpaling dari Ahok apalagi ada desakan dari dalam dan dari luar," tegas Ujang, kemarin. (rmol)