
NUSANEWS - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengundang beberapa tokoh lintas agama bersilaturahmi menjelang rencana unjuk rasa 2 Desember. Pertemuan ini dihadiri juga Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Dalam pertemuan itu, Wiranto menyinggung persoalan hukum yang menjerat calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Wiranto, kondisi masyarakat saat ini yang seolah menganggap Ahok telah bersalah, membuatnya teringat dengan peristiwa Tragedi 1998 yang terjadi 17 tahun lalu. Ketika itu suasana politik Indonesia panas dan mengakibatkan banyak aksi unjuk rasa yang berakhir dengan kekerasan.
Wiranto berharap peradilan jalanan seperti 1998 tak kembali berulang karena akan mengakibatkan suasana di Indonesia makin buruk.
"Muncul banyak pendapat yang beragama dari masyarakat dan secara acak dari semua pihak dan muncul peradilan yang langsung memvonis sebelum peradilan sesungguhnya," ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Senin (21/11).
Menurut Wiranto masyarakat saat ini menghakimi Ahok seolah bersalah dalam kasus penistaan agama. Padahal statusnya masih tersangka yang berproses dalam penyelidikan dan belum terbukti bersalah di pengadilan.
Penghakiman terhadap Ahok ini, kata Wiranto yang akan menambah masalah semakin runyam di waktu mendatang. “Vonis di masyarakat mendahului peradilan, itu sebenarnya membuat masalah menjadi rumit," ujar Wiranto.
Pascapenetapan Ahok sebagai tersangka, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) akan menggelar 'Aksi Bela Islam III' pada 2 Desember 2016.
Aksi ketiga ini, menurut Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman, akan dilaksakan karena Kepolisian tidak menahan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
"Karena Ahok tidak ditahan. Aksi bela Islam ketiga pada tanggal 2 Desember, dengan tema 'Bersatu dan Berdoa untuk Negeri'. Untuk mempersatukan Indonesia supaya selamat, tidak tercerai-berai, tidak diadu domba," kata Munarman.
Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian meminta para pihak yang hendak unjuk rasa pada 2 Desember membatasi peserta aksi. Dia menyatakan kepolisian kesulitan mengontrol aksi jika massanya terlalu banyak.
Meski demikian, pihaknya tidak melarang rencana demonstrasi lanjutan. "Demonstrasi adalah hak warga negara. Tapi kalau terlalu banyak jumlahnya itu sulit dikontrol," ujar Tito.
Dia menilai, jumlah peserta aksi yang terlalu banyak akan memicu kekacauan. Dia khawatir hal itu menjadi celah bagi pihak-pihak lain yang ingin memanfaatkan kesempatan tersebut. (cnn)