
NUSANEWS - Belasan Muslim Rohingya dilaporkan hilang setelah perahu yang mereka naiki tenggelam di dekat Bangladesh, kata nelayan lokal.
Seorang nelayan Bangladesh berhasil menyelamatkan seorang wanita yang mengatakan kepadanya bahwa perahu yang ditumpanginya bersama orang Rohingya lain tenggelam di Sungai Naf hari ini karena dikejar-kejar kapal cepat tentara.
"Kami mendengar teriakan minta tolong seorang wanita di pagi hari ketika sedang memancing di Naf. Kami segera menuju sumber suara dan melihatnya sedang berusaha bertahan di permukaan," kata Suman Das kepada AFP melalui telepon.
"Wanita itu memberitahu kami bahwa perahunya dipenuhi penumpang Rohingya yang berusaha melintasi sungai untuk masuk ke Bangladesh."
Ia tidak mengetahui nasib rekan-rekannya, lanjut nelayan tersebut, yang tidak mengetahui berapa jumlah Rohingya yang hilang di Naf.
Namun menurut kantor berita UNB, mengutip dewan desa dekat lokasi kejadian, terdapat setidaknya 31 Muslim Rohingya yang menaiki perahu tenggelam tersebut.
Ribuan Rohingya, minoritas paling menderita di dunia, melarikan diri ke Bangladesh setelah militer Myanmar melakukan operasi di Rakhine usai terjadi penyerangan di tiga pos perbatasan yang menewaskan sembilan tentara.
Namun, perjalanan Rohingya ke Bangladesh tidaklah semulus yang mereka kira meski negara tersebut dihuni mayoritas Muslim, sekitar 88 persen. Mereka harus kucing-kucingan dengan tentara Bangladesh yang menjaga ketat daerah perbatasan jika tak mau perahu mereka didorong balik kembali ke Myanmar.
Nasib Rohingya sama sekali tidak membaik meski Myanmar kini secara de facto dipimpin oleh peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, yang menuding dunia internasional sebagai pemicu kebencian antara umat Buddha dan Muslim di negaranya.
Sementara jajarannya menuduh kelompok HAM seperti Human Rights Watch (HRW) sebagai bagian konspirasi untuk merusak citra Myanmar.
"Daripada merespon menggunakan cara-cara era militer dengan membantah dan melakukan tuduhan, pemerintah (Myanmar) harusnya melihat fakta dan mengambil tindakan untuk melindungi seluruh masyarakat Burma, tanpa memandang agama atau etnis mereka," tegas direktur HRW, Brad Adams, menggunakan nama lain Myanmar beberapa waktu lalu. (rn)