![]() |
Ketua KPU DKI, Sumarno, memperlihatkan poster berisi denah TPS di gedung KPU DKI, Salemba, Jakarta, 9 Februari 2017. TEMPO/Maria Fransisca Magang |
Salah satu persoalannya, Sumarno menyebutkan, di antaranya petugas KPU DKI di tingkat bawah yang belum sepenuhnya paham akan regulasi, sehingga menimbulkan kekeliruan yang mengganggu hak aspirasi dan konstitusional warga DKI. Sumarno mengatakan, dalam evaluasi yang dilakukan pihaknya, para penyelenggara akan diberikan pelatihan SDM dan bimbingan teknis.
"Bagi penyelenggara yang terbukti melakukan kekeliruan substansial bagi sengaja atau tidak, kami memastikan untuk pilkada selanjutnya tak akan ditugaskan kembali," katanya.
Persoalan berikutnya adalah soal daftar pemilih tetap (DPT). Sumarno mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan upaya maksimal dalam pemutakhiran data pemilih tetap, dengan mendatangi setiap rumah penduduk. Namun, saat pemungutan suara, Sumarno mengaku masih ada pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya.
Meski begitu, Sumarno melanjutkan, masalah itu tidak bisa dibebankan kepada petugasnya di lapangan. Pasalnya, para petugas juga kesulitan mendapatkan akses saat melakukan pendataan karena adanya warga yang tertutup dan menolak didata. Padahal, Sumarno berujar, pemilihan bukan sekadar datang ke tempat pemungutan suara untuk mencoblos.
"Tapi ada juga administrasi berkaitan dengan data pemilih. Harus membuka diri untuk bisa didata sehingga bisa dipastikan masuk ke DPT kami," ujarnya.
Evaluasi yang dilakukan KPU DKI, kata Sumarno, juga berkaitan dengan logistik. Ia memastikan, surat suara pada pemilihan putaran kedua dapat tersedia dengan jumlah yang cukup. Ia mengungkapkan, banyak protes dilayangkan ke KPU DKI terkait dengan kekurangan surat suara di sejumlah TPS. Sehingga, persoalan tersebut menjadi perhatian cukup serius bagi lembaganya.
Ihwal evaluasi teknis penyelenggara pemilu, Sumarno menyampaikan, pihaknya juga mendapatkan kritik dan demo soal ketersediaan TPS. Ia mengatakan ada TPS yang sudah disiapkan sebelumnya, tapi menjelang detik-detik pencoblosan harus dikeluarkan dari kompleks tertentu karena alasan yang belum bisa dipahami. Pemberitahuan mendadak itu, menurut Sumarno, menyulitkan pihaknya dalam memfasilitasi penyelenggaraan pilkada. "Mudah-mudahan tidak terjadi lagi, dan ada komunikasi baik dengan pihak TNI," katanya. (tp)