
NUSANEWS, JAKARTA - Siapa sih yang tidak ingin mendapatkan gaji tinggi? Apalagi gajinya dua kali dalam sebulan. Inilah yang dirasakan 222 pejabat negara yang merangkap jabatan. Selain menjabat di kementerian, 222 pejabat tersebut juga menjabat sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Begitulah inti dari data lembaga negara pengawas layanan publik, Ombudsman RI yang dirilis pekan lalu.
Ya, pekan lalu Ombudsman RI merilis bahwa ada sekitar 222 pejabat negara yang rangkap jabatan. Hal tersebut diperoleh Ombudsman semenjak tahun 2016.
Dari 144 unit usaha BUMN yang dipantau, ditemukan 541 komisaris yang dimana 222 atau 41% merangkap jabatan sebagai pelaksana pelayanan publik. Paling banyak yang rangkap jabatan berasal dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.
"Yang diidentifikasi oleh Ombudsman adalah terjadinya konflik kepentingan, penghasilan ganda, dan tidak kapabel," kata anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi II, Alamsyah Saragih kepada INILAHCOM, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Menurut Alamsyah, Ombudsman menilai perlunya konsistensi terhadap peraturan yang ada terutama Undang-Undang Pelayanan Publik. Selain itu, diperlukan penerapan standar etika bagi pejabat yang merangkap jabatan dengan memitigasi kemungkinan terjadinya konflik kepentingan, penghasilan ganda, dan tidak kapabel.
Dalam konteks ini, dia mengajukan dua opsi untuk pemerintah terkait rangkap jabatan tersebut. Pertama, menerapkan kebijakan tidak ada rangkap jabatan untuk komisaris BUMN atau BUMD.
Untuk itu, pemerintah bisa memilih perwakilan yang memiliki kualifikasi yang jelas untuk menjalankan misinya dan menyampaikan pertanggungjawaban kinerjanya secara terbuka kepada publik.
"Yah jelas, jika seperti ini apakah pejabat-pejabat tersebut ditempatkan untuk pengawasan anggaran atau memang ada kepentingan lain," paparnya.
Informasi saja, Pasal 17 UU No 25 tahun 2009 secara tegas melarang pejabat publik untuk merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Sayangnya, pemerintah belum konsisten terkait regulasi tersebut.
Secara eksplisit Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik melarang pejabat publik merangkap jabatan. (il)