
NUSANEWS, JAKARTA - Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak perlu khawatir meski utang RI tembus Rp 3.600 triliun karena angkanya masih dibawah 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mendapat kritikan keras.
Pernyataan Sri Mulyani ini dinilai ngawur, menyesatkan, dan hanya alibi atas ketidakmampuan menggenjot pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
"Yang bikin khawatir itu bukan besarnya utang karena masih dibawah 30% PDB, tapi kemampuan SMI meningkatkan pertumbuhan ekonomi," kata analis ekonomi politik, Abdulrachim K, kepada redaksi, Senin (10/7).
Abdulrachim menjelaskan, tim ekonomi pemerintah Jokowi-JK dimana salah satu pilarnya disokong Sri Mulyani terbukti tidak mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi yang dicapai hanya 5,1%. Pencapaian ini kalah dari Filipina yang tumbuh 6,8% dan Vietnam 6,2%.
Menurut dia, cara berpikir Sri Mulyani yang mengandalkan pendapatan pajak untuk menutup utang tanpa pertumbuhan ekonomi yang maksimal sangatlah aneh. Sebab bukankah kalau ekonomi tumbuh lebih tinggi maka pendapatan pajak bisa lebih tinggi sehingga bisa membangun infrastruktur lebih banyak, lapangan pekerjaan lebih banyak dan bisa membayar hutang.
Malah sudah terbukti juga kemampuan Sri Mulyani menggenjot penerimaa pajak sangat minin. Meski ada program tax amnesty pendapatan pajak 2016 hanya sebesar Rp 998 triliun, atau sekitar 73,6% dari target APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 1.355 triliun. Sementara tahun 2015 ketika Sri Mulyani belum masuk kabinet, total pendapatan pajak adalah sebesar Rp 1.060 triliun, atau sekitar 81,9% dari target APBN Perubahan 2015 sebesar Rp 1.294 triliun.
"Memperbanyak pendapatan pajak tidak cukup dengan reformasi pajak. SMI selalu hanya menyebut reformasi pajak karena bisanya cuma itu. Reformasi pajak kalau pertumbuhannya kecil maka pendapatan pajaknya juga kecil. Sedangkan untuk menambah pertumbuhan, SMI tidak tahu caranya. Piye!" kata aktivis 77/78 itu.
Tambah ngawur menurut dia, Sri Mulyani justru membesar-besarkan masalah yang bukan wilayahnya. Di depan kongres Diaspora pidatonya malah membahas sulit tidur karena takut uang negara dikorupsi.
"Itu urusan KPK. Kasih saja KPK anggaran yang cukup untuk menambah jumlah penyidik yang banyak," tutup Abdulrachim. (rm)