logo
×

Selasa, 13 Maret 2018

Sidang Heboh, Ketua DPRD Mengaku di Depan Jaksa KPK, Ada Tradisi Meminta-minta Uang ke Pemerintah

Sidang Heboh, Ketua DPRD Mengaku di Depan Jaksa KPK, Ada Tradisi Meminta-minta Uang ke Pemerintah

NUSANEWS - Ketua DPRD Provinsi Jambi, Cornelis Buston (CB), yang sebelumnya bersikukuh baru mengetahui adanya permintaan uang ketok palu oleh dewan, akhirnya saat persidangan Senin (12/3), secara tersirat mengaku bahwa praktik tersebut lazim.

Cornelis Buston yang dihadirkan sebagai saksi pada sidang keenam kasus suap ketok palu RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018, mengiyakan bahwa tradisi meminta-minta uang kepada eksekutif untuk memuluskan RAPBD sudah terjadi sebelumnya.

Politisi Partai Demokrat itu seakan keceplosan saat menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengonfrontir ucapan Elhelwi.

"Bagaimana nasib kita ini ketua?" Begitu ucapan Elhelwi, Anggota DPRD Provinsi Jambi dari PDIP. Kalimat itulah yang ditanya jaksa ke Cornelis.

"Yang karena ini sudah jadi kebiasaan," kata Cornelis. Pernyataan ini kemudian membuat suasana di persidangan riuh. Pengunjung ruang sidang Pengadilan Tipikor Jambi kaget.

Tak berhenti di situ, Jaksa KPK kembali mencecar Cornelis, bagaimana ia kemudian berani memastikan bahwa pertanyaan dari koleganya tersebut adalah permintaan uang ketok palu. "Katanya kalau ada sen (duit) gampang. Sen bahasa daerah Jambi itu artinya uang Pak," kata pria yang kemarin berbatik warna hitam putih tersebut.

Hanya saja kemudian, ia berpendirian seperti sedia kala. “Apakah sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya?” tanya jaksa. Ia menjawab, "kalau sebelum-sebelumnya saya tidak tahu ada atau tidak."

Menurut politisi Partai Demokrat ini, pembahasan mengenai uang ketok palu dalam persidangan sudah dimulai sejak 22 November 2017. Ia menyampaikan bahwa uang ketok palu adalah aspirasi dari anggota DPRD Provinsi Jambi.

Pada persidangan keenam kemarin, ada enam saksi yang dihadirkan. Selain Cornelis, lima orang lainnya masing-masing, Chumaidi Zaidi (PDIP), Muhammadyah (Gerindra), Rudi Wijaya (PKS), Sofyan Ali (PKB), Zainul Arfan (PDIP). Seharusnya, bersama mereka ada Wakil Ketua DPRD Zoerman Manap, tapi politisi gaek Partai Golkar itu tidak hadir.

Dalam sidang ini pula, Cornelis mengakui terang-terangan soal praktik gratifikasi di dewan. Itu terkait permintaan proyek hingga fee proyek. "Ada permintaan dari pimpinan," kata CB saat menjawab pertanyaan Jaksa KPK.

Yang lebih mengejutkan saat ia ditanya mengenai permintaan fee 2 persen dari proyek tahun jamak (multiyears) pembangunan jembatan layang. Politisi yang akrab disapa CB ini mengatakan jika fee proyek sudah menjadi tradisi di lembaga para wakil rakyat itu.

Ia menceritakan sebelum dibahas, di RAPBD Gubernur Jambi menyampaikan pemberitahuan dalam bentuk MoU antara eksekutif dan legislatif mengenai proyek jembatan layang. Nilai proyek tersebut bernilai Rp 105 miliar yang akan dicairkan dalam tiga tahap selama tiga tahun.

"Waktu itu gubernur sampaikan ke saya langsung saya tanda tangani. Setelah itu saya antar ke wakil ketua Pak Zoerman Manap," katanya.

Namun kata CB dirinya lantas ditanya oleh Zoerman Manap soal adanya fee. "Dia bisik ke saya kenapa ditandatangani, harusnya ada feenya," kata CB di muka sidang yang diketuai hakim Badrun Zaini.

Saat ditanya lebih lanjut oleh jaksa soal tradisi fee proyek multiyears, CB mengatakan dari penjelasan Zoerman jika sebelumnya ada fee untuk proyek tahun jamak.

"Besarannya kata Pak Zoerman 2 persen. Karena waktu tahun sebelumnya 2 persen pimpinan dapat. Itu proyek multiyears pembangunan jalan Jangkat, kalau dak salah tahun 2013," ungkap Cornelis.

Dalam persidangan dengan tiga terdakwa, Erwan Malik, Arfan dan Saipudin itu, CB juga membeber beberapa hal lain. Dalam sebuah pertemuan di ruang kerjanya, di sana hadiri Syahbandar, Zoerman Manap dan Chumaidi Zaidi. Mereka adalah pimpinan dewan. Cornelis Buston mengatakan ada permintaan proyek dari Pimpinan DPRD Provinsi Jambi untuk mengesahkan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2018.

Dalam pertemuan itu CB blak-blakan menyebut siapa saja yang menghendaki proyek. Ia menunjuk koleganya dari Gerindra, Syahbandar yang menginginkan proyek.

Permintaan proyek itu disampaikan di hadapan TPAD Provinsi yang hadir dalam pertemuan di ruangan itu yakni Arfan dan Erwan Malik. "Tapi waktu itu Arfan tidak berani mengiyakan karena masih Plt katanya," sebutnya.

Pada persidangan yang berlangsung hingga malam hari itu, mantan Plt Sekda Erwan Malik yang kini terdakwa juga menguak istilah baru. Ia menyebutnya, saat menanggapi keterangan saksi Chumaidi Zaidi dan Zainul Arpan yang merupakan Ketua Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jambi.

"Kaldu," kata Erwan. Ternyata istilah tersebut maksudnya adalah “kali dua” yang merujuk pada jatah untuk pimpinan DPRD. Istilah itu terungkap dalan pertemuan dengan pimpinan DPRD yang dihadiri seluruh pimpinan dewan.

Di sidang ini pula diwarnai tangisan mantan Asisten III Provinsi Jambi, Saipudin. Ia menangis setelah mengajukan tanya kepada Cornelis.Ia mengaku menjadi korban dari buruknya proses pemerintahan antara legislatif dan eksekutif yang selalu dikaitkan dengan suap dan gratifikasi.

"Saya harap kasus ini yang pertama dan yang terakhir di Jambi. Cukup kami bertiga ini jadi korban Bang. Setelah ini tolong dibenahi agar Jambi kita ini lebih baik lagi," kata Saipudin menangis.

"Saya harap kasus ini yang pertama dan yang terakhir di Jambi, tolong kepada Ketua DPRD didamkan" ucapnya sambil menangis.

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: