
NUSANEWS - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mewanti-wanti kucuran pinjaman sebesar US$300 juta dari Bank Dunia ke Indonesia. Pinjaman ini ditujukan guna meningkatkan prasarana dan pelayanan dasar yang relevan dengan pariwisata, memperkuat hubungan ekonomi lokal dengan kepariwisataan dan menarik investasi swasta ke Indonesia.
"Kita mesti hati-hati mengambil opsi pinjaman mengingat APBN kita masih dibayang-bayangi oleh beban pembayaran jatuh tempo utang yang terbilang besar. Pada 2018 ini saja sebesar Rp390 triliun, di 2019 mencapai sekitar Rp420 triliun. Pada kondisi seperti ini, tentu membuka opsi pinjaman harus ekstra hati-hati," katanya di Jakarta, Selasa (5/6/2018).
Pengelolaan pinjaman harus produktif. Artinya pinjaman harus mampu memberi feedback yang berarti terhadap perekonomian, dampaknya terhadap pembukaan lapangan kerja baru. Katanya, ada tiga sektor yang berpotensi besar sehingga musti didorong perkembangannya lewat investasi, yaitu pertanian, kesehatan dan pariwisata.
Sejak tahun 2016, sektor pariwisata telah menjadi sumber pemasukan devisa terbesar kedua setelah CPO. Bahkan, diperkirakan pada 2019 sudah mengalahkan pemasukan devisa dari industri kelapa sawit (CPO) itu. Apalagi pemerintah dalam beberapa waktu terakhir ini sedang gencar mempromosikan 10 destinasi wisata baru ke masyarakat.
"Cuma memang pengembangannya butuh investasi yang besar sehingga daya saingnya bisa lebih tinggi lagi, dan tidak hanya terbatas di destinasi yang terbatas, tapi lebih luas hingga ke Indonesia bagian timur," kata dia.
Kita harus akui, sektor pariwisata ini kalau meminjam ke perbankan, ekuitasnya mesti tinggi karena cashflow untuk membayar bunga itu terbatas sekali dan dalam jangka pendek. Biasanya ekuitas yang diminta diatas 40% karena memang kemampuan membayar dari pembayaran khususnya kamar hotel, akan dibandingkan dengan biaya konstruksi.
Dalam sektor pariwisata sangat terkait dengan banyak sektor-sektor lainnya. Koordinasi menjadi langka dan sangat penting untuk dijalankan sebagai sebuah sistem, yang harus dijalankan oleh sektor-sektor terkait agar tidak menjadi birokrasi yang rumit. Yang menjadi salah satu kelemahan dari pariwisata Indonesia disamping sistem perencanaan dan implementasinya di lapangan sehingga mengakibatkan kegiatan pariwisata yang ada sekarang relatif bersifat apa adanya.
"Kalaupun opsi pinjaman itu tak terhindarkan lagi, maka pemerintah mesti memastikan master plan atau road map yang bagus, termasuk reformasi birokrasi. Master plan itu harus memuat dampaknya terhadap tenaga kerja lokal, peningkatan SDM yang lebih profesional, pembukaan lapangan kerja baru, hingga proyeksi pemasukan sumber devisa yang lebih besar dan kontribusi dalam neraca pembayaran," kata anggota DPR RI dari Sukabumi itu.
SUMBER