logo
×

Senin, 09 Juli 2018

Umat Muslim Indonesia Tak Kekurangan Stok Pemimpin

Umat Muslim Indonesia Tak Kekurangan Stok Pemimpin

Oleh: Zico Alviandri*

Tak perlu berduka atas perubahan sikap politik Tuan Guru Bajang. Karena umat muslim di Indonesia punya banyak stok pemimpin. Baik dari kalangan alim ulama atau pun politisi muslim yang berpihak kepada umat.

Dari kalangan ulama, kita punya pemimpin dengan ratusan penghargaan pada diri Ahmad Heryawan. Ia adalah sosok yang mematahkan anggapan bahwa seorang kiai tidak akan sukses mengelola daerah. Telah teruji, Aher jelas sangat pantas menjadi pemimpin nasional.

Kita juga punya ulama sekaligus umaro yang jadi teladan kesederhanan pada diri Dr Hidayat Nur Wahid dan Dr Salim Segaf Aljufri. HNW berpengalaman memimpin lembaga tinggi negara, MPR. Ia menolak pengadaan mobil dinas baru yang mewah. Sementara Habib Salim yang pernah menjabat sebagai Menteri Sosial adalah pejabat yang tak segan tidur di rumah warga daerah terpencil. Tidur di pesantren juga biasa. Ia tak menuntut fasilitas macam-macam ketika berkunjung ke daerah.

Habib Riziq Shihab sudah punya tempat khusus di hati umat. Memang beliau bukan politisi, tetapi keberaniannya dibutuhkan untuk akselerasi pengentasan kemungkaran di negeri ini. Agar menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Itu hanya beberapa contoh ulama yang punya kapabilitas. Ada banyak lagi yang tak disebut. Intinya, TGB hanya satu dari banyak stok ulama umaro.

Di kalangan politisi muslim yang tak berlatar belakang pendidikan agama ada nama Yusril Ihza Mahendra, Irwan Prayitno yang mengikuti jejak Aher mengoleksi ratusan penghargaan, M Sohibul Iman, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, dll. Masih banyak yang tak disebut.

Patah Tumbuh Hilang Berganti

Dari waktu ke waktu di tubuh umat bermunculan sosok-sosok potensial stok pemimpin nasional. Satu nama yang baru-baru ini naik daun saya ambil contoh adalah Mardani Ali Sera.

Beliau menggetarkan jagad media sosial dengan tagar #2019GantiPresiden. Bermula dari talkshow ILC di TVOne, ia memperlihatkan nyalinya dengan terang-terangan bertekad mengganti presiden pada pilpres 2019 nanti. Tekad yang banyak kalangan masih malu-malu untuk mendeklarasikannya saat itu.

Keberanian itu kemudian menular dan menginspirasi orang banyak untuk ikut bergabung dalam gerakan #2019GantiPresiden. Grup-grup whatsapp mulai terbentuk untuk mengekor ke gerakan itu. Jargonnya bergulir viral. Hingga pak Jokowi memperlihatkan kegamangannya dalam pidato “kaos ganti presiden” beberapa waktu lalu.

Mau tidak rakyat Indonesia memiliki pemimpin yang berani?

Sejak itu ia mulai sering tampil di televisi. Berbicara lantang mengkritik rezim. Kelebihannya adalah kata-kata yang tak merendahkan pihak lain. Tak ada kata “sinting” dan sebagainya. Sebagai salah satu simbol penentang rezim, ia adalah potret cerdas dalam beroposisi santun. Meski sesantun apa pun tak kan dapat diterima oleh penggemar pak Jokowi.

Maukah rakyat Indonesia memiliki pemimpin yang mampu menjadi teladan yang tak kehilangan rasa hormat kepada orang lain meski dalam posisi pengkritik?

Ia pun mulai sering diundang memberi ceramah tentang politik Islam di masjid-masjid. Menjadi narasumber umat dalam tema membela Islam melalui dunia politik. Meski tak berlatar belakang agama, dan tak dikenal sebagai hafizh Qur’an, ia rajin menambah hafalannya di tengah kesibukan, menyisihkan waktu untuk jadwal belajar tahsin dan bahasa Arab.

Kemampuannya berstrategi teruji di pilgub Jakarta kemarin. Sebagai tim sukses, ia mampu menjadi dirigen mengatur orkestrasi perangkat pemenang Anies-Sandi. Hingga menyingkirkan pasangan AHY-Sylvi dan Ahok-Djarot.

Maka sebagai lokomotif gerakan #2019GantiPresiden, simbol perlawanan cerdas kepada rezim, ahli strategi dan pemberani, posisi tertinggi di negara ini sangat pantas untuknya. Atau siapa pun yang ingin menjadi pesaing pak Jokowi di surat suara tahun depan, seharusnya menggaet Mardani sebagai pendamping di medan perang politik.

Alhamdulillah. Tetap ada supply stok pemimpin nasional dari umat Islam, di tengah seleksi Allah yang ketat. Menggugurkan mereka yang yang tergelincir karena kasus yang tak pantas, atau yang menjadi petualang politik karena tak mau bermusyawarah dengan umat.

Mardani hanya salah satu contoh. Insya Allah umat akan terus melahirkan sosok berkapasitas pemimpin.

*Penulis adalah pegiat media sosial

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: