logo
×

Kamis, 09 Agustus 2018

Kisruh Mahar Demokrat-Gerindra, LSP: Program Pembiayaan Parpol Rizal Ramli Jawabannya

Kisruh Mahar Demokrat-Gerindra, LSP: Program Pembiayaan Parpol Rizal Ramli Jawabannya

NUSANEWS - Rabu malam (8/8) terjadi dinamika luar biasa menjelang pendaftaran pasangan capres dan cawapres.

Diawali oleh twit Wasekjen Demokrat Andi Arief yang menuduh PAN dan PKS masing-masing sudah menerima uang Rp 500 miliar dari Sandiaga Uno untuk mendukung dirinya menjadi cawapres bagi Jokowi.

Saking emosinya, Andi Arief menghina Prabowo sebagai “Jenderal Kardus”.

Tidak mau kalah, Waketum Gerindra Arief Poyuono membalas dengan menghina SBY sebagai “Jenderal Baper”. Dunia media sosial pun ramai mengomentari konflik Demokrat-Gerindra yang membuat rencana koalisi keduanya berada di ujung tanduk.

Di sisi lain, peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra menilai kejadian ini sebagai berkah bagi demokrasi rakyat.

“Rakyat Indonesia pun menjadi terbuka matanya, bahwa demokrasi kita faktanya berbiaya sangat tinggi dan tidak sehat untuk diteruskan,” katanya.

“Program politik Rizal Ramli tentang pembiayaan parpol adalah jawaban atas tradisi mahar ini,” sambung Gede.

Rizal Ramli dalam berbagai kesempatan menyatakan partai politik seharunya dibiayai oleh negara. Kalau dirinya mendapat kesempatan berkuasa, dia akan mengambil kebijakan itu.

Pembiayaan partai oleh negara perlu dilakukan agar elit partai tidak lagi mereka mencari biaya untuk operasional partai dari APBN dan BUMN.

Menurut Rizal, biaya yang dikeluarkan untuk partai lebih kecil dari nilai korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh partai.

Untuk biaya partai politik selama satu tahun, katanya, diperlukan uang Rp 40 triliun.

Angka ini lebih kecil dari nilai korupsi yang melibatkan elit partai sebesar Rp 75 triliun per tahun.

Program pembiayaan partai oleh negara ini tentu tidak seperti membuang garam ke laut. Penggunaan biaya oleh partai politik akan diaduit dan dilaporkan kepada publik.

Model pembiayaan parpol oleh negara semacam ini sudah diterapkan di banyak negara, seperti Inggris, Eropa, New Zealand, dan Australia.

“Bila model ini diterapkan di Indonesia, tidak akan ada lagi permintaan mahar politik yang nilainya tidak masuk akal seperti kita baru saksikan semalam. Sehingga kelak akan muncul calon-calon pemimpin di eksekutif yang memang memiliki integritas, rekam jejak, dan kompetensi yang terbaik, meskipun mereka tidak harus kaya raya.” demikian Gede Sandra. [dem]

SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: