
NUSANEWS - Jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Jawa Tengah melonjak tujuh kali lipat. Pada akhir 2017 tercatat 2.019 orang, sedangkan per 31 Juli 2018 menjadi 14.148 orang. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng belum mengetahui persebaran TKA tersebut dan masih meminta data detail dari Kementerian Tenaga Kerja.
Kepala Disnakertrans Jateng Wika Bintang mengatakan, data jumlah TKA tersebut diperoleh secara online. Belum ada data detail lokasi kerja mereka. Mereka berasal dari sekurang-kurangnya 11 negara. Terbanyak dari Tiongkok.
Pada akhir 2017, ada 381 TKAasal negara itu dan kini menjadi 4.219 TKA. Urutan berikutnya, dari Jepang semula 105 orang menjadi 1.744 orang, Korea Selatan dari 207 menjadi 1.598, dan asal India dari 87 menjadi 1.430 orang.
”Kami masih meminta data lokasi kerja mereka, karena itu nanti berkaitan dengan pengurusan izin kerja dan pajak,” jelas Wika, Kamis (2/8). Para pekerja asing itu menempati berbagai posisi/jabatan di perusahaan. Wika mengaku belum mengetahui mengapa terjadi lonjakan jumlah TKA yang sangat besar pada tahun ini.
Namun ia memperkirakan hal itu dipicu lonjakan investasi di provinsi ini. Biasanya, jelas dia, penanaman modal asing (PMA) pada tahun-tahun awal masih melakukan pembangunan fisik sehingga membawa alat-alat dan teknisi dari luar negeri. Jika memang demikian, hal itu sangat positif. Dengan catatan, prosedur izin kerja sesuai regulasi.
Salah satunya dalam pengurusan perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang dilakukan di kabupaten/kota tempat bekerja. Dengan demikian, pajak akan masuk ke daerah. Sesuai regulasi, per TKA wajib membayar 100 dolar Amerika Serikat per bulan (lebih kurang Rp 1,4 juta).
Dengan kurs 1 dolar AS senilai Rp 14.000, maka 14.148 TKAtersebut menyumbang pajak senilai Rp 198,072 miliar per bulan. Wika menambahkan, tak mudah menjadi TKA. Setiap pekerja asing juga tidak diperbolehkan menduduki lebih dari satu jabatan, berijazah minimal S-1, pengalaman kerja di bidangnya selama lima tahun, dan harus bersedia melakukan alih teknologi dengan didampingi tenaga kerja asli Indonesia saat menjalankan tugas.
Selain itu, setiap TKAyang bekerja di Jateng wajib berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Aturan ini untuk mempermudah proses alih teknologi yang cepat dan tepat. Aturan ini sudah disosialisasikan pada awal 2015 dan mulai diterapkan pada 2016. Dengan regulasi tersebut, setiap pekerja asing diwajibkan melampirkan sertifikat Bahasa Indonesia saat mengurus IMTA.
Dijelaskan lebih lanjut, saat ini Disnakertrans juga tengah menindaklanjuti hasil sidak di Jepara oleh tim gabungan yang dipimpin Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemenaker Sugeng Priyanto bersama Direktur Bina Penegakan Hukum Ditjen Binwasnaker Kemenaker Iswandi Hari. Ada perbedaan data jumlah TKAdi PTJiale Indonesia Textile Jepara. Sebanyak 18 TKA tak bisa menunjukkan dokumen. ”Kami masih menindaklanjuti hasil sidak tersebut.
Minta mereka menunjukkan data dan menekankan pelatihan berbahasa Indonesia,” jelas Wika. Ketua Komisi E DPRD Jateng AS Sukawijaya mengatakan, pemerintah harus benar-benar selektif memberikan izin pada pekerja asing. Sektor yang bisa dikerjakan oleh pekerja lokal jangan sampai diisi oleh TKA. Sebab, hal itu bisa menyebabkan peningkatan angka pengangguran.
Peningkatan jumlah TKA menjadi 14.148 orang harus diwaspadai. ”Cek di lapangan. Jangan sampai bekerja sebagai pekerja kasar dan cek juga dokumennya. Kejadian di Jepara harus jadi pelajaran. Jangan dianggap wajar,” ujarnya. (H81-19)
SUMBER