logo
×

Minggu, 18 November 2018

Kritik MA, DPR: Kasus Nuril Kado Pahit Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Kritik MA, DPR: Kasus Nuril Kado Pahit Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

NUSANEWS - Baiq Nuril Maknun, dihukum 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) karena merekam perilaku mesum Kepala SMAN 7 Mataram.

Mantan Guru Honorer SMAN 7 Mataram, NTB itu dinilai melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE.

Banyak dukungan mengalir untuk Nuril, mulai dari politisi hingga lembaga keagamaan menyayangkan keputusan MA tersebut.

Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati misalnya, dia menilai vonis itu menjadi kado pahit Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh pada November ini.

"Ini kado pahit untuk perjuangan perempuan. Sangat disayangkan sepertinya keputusan MA tidak mempertimbangkan aspek kekerasan verbal yang diterima Nuril," kata Saras di Jakarta, Minggu (18/11/2018).

Di sisi lain, Nuril dinilai sejumlah pihak merupakan korban pelecehan seksual secara verbal oleh eks kepala sekolah SMAN 7 Kota Mataram, Muslim, saat keduanya bertemu ataupun melalui saluran telefon.

"Nuril merekam itu sebagai bukti adanya perilaku kekerasan oleh atasannya bilamana nanti terjadi perkara hukum di masa mendatang, dia memiliki satu bukti, selain kesaksiannya," tegas Saras.

Diketahui, rekaman Nuril itu tersebar saat rekan sekantornya HIM dan NA meminjam telepon gengamnya.

Nuril tidak menyadari ternyata isi rekaman dalam teleponnya dikemudian hari tersebar dan berujung pada pelaporan Muslim ke kepolisian.

Saras menilai kuatnya UU ITE dalam menjerat Nuril tidak sepadan dengan upaya negara melindungi perempuan dari segala aksi kekerasan.

Hukuman terhadap Nuril ini dinilai akan memasung kembali semangat para perempuan di Indonesia dalam upaya melindungi diri dari ancaman kekerasan yang dapat menimpa mereka.

"Dengan segala hormat kepada MA, saya tidak melihat negara hadir dalam putusan tersebut. Seorang perempuan yang berani bersuara karena mendapatkan kekerasan, itu sudah sesuatu yang luar biasa di Indonesia, karena mayoritas memilih diam," ujarnya.

Saras pun menilai perlu adanya revisi terhadap UU ITE dalam perpesktif upaya seseorang melindungi hak-haknya.

Ia juga berharap Komisi VIII dan pemerintah bisa segera merampungkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai langkah maju perlindungan terhadap perempuan.

"Salah satunya mengatur mengenai terjadinya kekerasan seksual karena relasi kuasa. Dimana kasus itu terjadi karena pelaku memanfaatkan kekuasaannya kepada korban, seperti kasus bu Nuril ini," tuturnya.


SUMBER
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: