
NUSANEWS - Ketua MIUMI Aceh Dr. Muhammad Yusran Hadi, LC., MA menyayangkan rilis Setara Institute perihal Indeks Kota Toleran 2018, yang menempatkan Banda Aceh pada urutan ke-93 dari 94 kota yang disurvei. Pasalnya, rilis tersebut bertentangan dengan fakta yang ada.
“Ini jelas pembohongan publik. Faktanya, Aceh secara umum dan Banda Aceh secara khusus termasuk daerah yang paling toleran terhadap pemeluk agama apapun. Syariat Islam yang berlaku di Aceh telah memberikan kenyamanan dalam kehidupan antar umat beragama,” kata Yusran ketika dihubungi Kiblat.net melalui WhatsApp, Rabu (12/12/2018).
Ustadz Yusran memandang bahwa kehidupan umat beragama di Banda Aceh sangat kondusif dan harmonis. Karena sejauh ini belum ada konflik ataupun keributan yang bermotif agama. Selama ini, para pemeluk agama di Banda Aceh saling menghormati dan menghargai.
Beliau juga menambahkan bahwa Banda Aceh sejatinya termasuk kota yang paling toleran di Indonesia bahkan dunia, sebagaimana yang beliau rasakan sebagai orang yang lahir dan besar di Banda Aceh. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Walikota Banda Aceh Aminullah ketika mendapat kunjungan dari Forkompinda dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Blitar bulan November lalu.
Bahkan pada tahun 2018, Kementerian Agama kota Banda Aceh bersama FKUB Banda Aceh mendeklarasikan Banda Aceh sebagai kota yang ramah dan kondusif bagi kehidupan antar umat beragama, hal tersebut juga mendapat pengakuan dari umat Kristen, Hindu, dan Budha yang berdomisili di Banda Aceh.
Sebelumnya pada tahun 2017, Pemkot Banda Aceh telah menobatkan sebuah desa di kota Banda Aceh yang bernama Gampong Mulia sebagai Gampong Sadar Kerukunan setelah melalui penilaian tim Kanwil Kemenag Aceh dan FKUB. Desa ini dihuni oleh beragam etnis dan agama, meskipun demikian, belum pernah terjadi konflik yang bermotif agama sampai hari ini.
Meskipun penduduk Banda Aceh hampir seratus persen muslim, namun menurut Ustadz Yusran kebebasan beragama dan beribadah sesuai agama masing-masing tetap diakui dan dihormati. Pendirian tempat-tempat ibadah bagi non muslim diizinkan selama tidak melanggar aturan yang berlaku. Dan tidak ada larangan bagi mereka untuk beribadah di tempat ibadahnya masing-masing. Hal itu telah membuat warga non muslim merasa nyaman ketika tinggal berdampingan bersama umat Islam.
“Di Banda Aceh ada masjid, gereja, vihara, dan Klenteng, di Banda Aceh juga ada sekolah kristen yang bernama Metodis. Bahkan beberapa forum FKUB dari berbagai daerah di Indonesia datang khusus ke Banda Aceh untuk meniru toleransi kehidupan beragama. Ini menunjukkan toleransi kehidupan beragama di Banda Aceh berjalan dengan baik,” ujar Yusran.
Maka ustadz yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’I Asia Tenggara tersebut pun menyimpulkan bahwa rilis Setara Intitute mengenai Indeks Kota Toleran telah merusak citra syariah Islam yang diberlakukan di Aceh, khususnya Banda Aceh. Sudah sepantasnya Setara Institute meminta maaf kepada umat Islam di Aceh, karena rilis tersebut dinilai merugikan pemerintah dan umat Islam Aceh.
“Menurut saya rilis tersebut merupakan sebentuk upaya deislamisasi di Indonesia dan upaya pendiskreditan Islam serta syariat Islam di Aceh. Selama ini di Aceh syariat Islam resmi diberlakukan. Seolah-olah karena pemberlakuan syariat Islam tersebut, Banda Aceh menjadi kota paling intoleran di Indonesia,” Imbuhnya.
“Tentu saja ini terkait dengan syariah Islam yang diberlakukan di Aceh. Maka daerah lain diharapkan tidak mencontoh Aceh dalam pemberlakuan Perda Syariah. Inilah tujuan terselubung dari rilis tersebut,” tandasnya.
SUMBER