logo
×

Senin, 07 Oktober 2019

Kapal Wajib Bendera Indonesia Dihapuskan, INSA: Ini Pengkianatan Kedaulatan!

Kapal Wajib Bendera Indonesia Dihapuskan, INSA: Ini Pengkianatan Kedaulatan!

DEMOKRASI.CO.ID - Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) berharap kepada pemerintah agar tidak merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, tentang azas cabotage (pelayaran yang wajib menggunakan bendera Indonesia).

Ketua Umum INSA, Carmelita Hartoto menjelaskan, jika sampai dilakukan revisi, maka yang terancam bukan hanya pelayaran nasional, melainkan masalah kedaulatan RI.

"Azas cabotage itu kan kapalnya wajib berbendera Indonesia, ABKnya nahkodanya juga orang Indonesia. Kalau direvisi, berarti asing bebas ke masuk ke Indonesia. Ini soal kedaulatan. Siapa yang mengusulkan revisi, berarti pengkhianat bangsa. Pengkhianatan kedaulatan," tegas Carmelita kepada Kantor Berita RMOLJatim saat menggelar pertemuan anggota INSA se Indonesia di Surabaya, Sabtu (5/10).

Carmelita pun membandingkan Undang-undang penerbangan yang sudah 20 tahun dilaksanakan, tetapi belum pernah direvisi. Semantarav UU Pelayaran yang belum 10 tahun sudah akan direvisi.

"Jika undang-undang itu diberlakukan untuk kita pengusaha, harusnya kita yang lebih dulu mengusulkan revisi, tapi rencana revisi malah bukan dari pengusaha, ini yang membuat kami curiga," lanjutnya.

Senada dengan Sekjen INSA, Budhi Halim. Menurutnya selama hampir 10 tahun, UU Pelayaran belum dilaksanakan secara penuh, khususnya pasal 56-57 tentang pemberdayaan akses keuangan industri pelayaran yang merupakan tugas pemerintah.

"Ada yang bilang kapal asing bebas keluar masuk, biayanya lebih murah. Kalau memang demikian, seharusnya pemerintah bisa bijak. Kenapa tidak membuat aturan  nenurunkan tarif untuk kapal kapal Indonesia. Bukan malah membiarkan kapal asing. Betul kata bu ketua, ini ada ppengkhianatan," tutupnya. [rm]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: