DEMOKRASI.CO.ID - Kehadiran Menko Polhukam Wiranto di Universitas Mathlaul Anwar, Banten, sempat menimbulkan pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Sejumlah mahasiswa memprotes pelanggaran HAM.
Kehadiran Wiranto di kampus itu untuk meresmikan gedung perkuliahan KH. Mas Abdurrahman pada Kamis (10/10).
Presiden Mahasiswa Universitas Mathlaul Anwar Agus Hidayat mengatakan sejumlah mahasiswa yang keberatan dengan kehadiran Wiranto karena mempersoalkan dugaan pelanggaran HAM masa lalu yang berkelindan erat dengan nama sang jenderal.
"Kedatangan Pak Wiranto di kalangan mahasiswa menimbulkan pro-kontra, awalnya," kata Agus saat ditemui di kantin Universitas Mathlaul Anwar, Pandeglang, Jum'at (11/10) sore.
Agus menjelaskan pihaknya mendapati surat perihal undangan Menko Polhukam Wiranto dari universitas seminggu sebelum tanggal peresmian gedung perkuliahan baru. Ia lantas memanggil seluruh organisasi mahasiswa untuk menindaklanjuti surat tersebut dalam forum mahasiswa.
Wacana melakukan aksi pun timbul dalam forum itu.
"Saya rapatkan, rundingkan, musyawarahkan, kami tidak ada aksi. Awalnya ada wacana aksi," ucapnya.
Setelah melalui perdebatan panjang dan berbagai pertimbangan, forum mahasiswa menyetujui untuk meniadakan aksi dan menerima kedatangan Wiranto.
"Setelah itu, hasil musyawarah keluar, enggak ada penolakan karena kedatangan Pak Wiranto itu beritikad baik. Pertama, memenuhi undangan universitas. Kedua, Wiranto ini bagian dari Mathlaul Anwar sebagai Ketua Dewan Penasihat Yayasan Mathlaul Anwar," tutur Agus.
Kendati begitu, kata dia, aksi 'kecil' sempat terjadi di halaman depan kampus ketika Wiranto memberikan sambutan dalam acara peresmian gedung. Terdapat spanduk berisi tuntutan perihal penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia dalam aksi yang disuarakan oleh sebagian mahasiswa tersebut.
Agus pun menyatakan aksi itu tidak berlangsung lama lantaran pihak keamanan kampus bisa menangani dengan cepat.
"Ada gerakan berupa spanduk dan bikin rilis. Pada intinya ada hal-hal yang disampaikan," ujarnya.
Sementara itu, Agus mewakili mahasiswa Universitas Mathlaul Anwar pun memberikan sebuah surat ke Wiranto untuk diteruskan ke Presiden Joko Widodo. Ada pun tuntutan dalam surat itu berisi empat hal.
Pertama, meminta pemerintah untuk mengusut tuntas persoalan-persoalan HAM di Indonesia. Termasuk mengusut terduga pelaku penembakan mahasiswa di Kendari atas nama Immawan Randi yang termuat dalam poin kedua.
Tuntutan berikutnya ialah soal kebebasan berpendapat. Agus meminta negara dapat memberikan ruang serta menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap rakyatnya.
"Berikan hak atas tanah, air, udara demi kemakmuran rakyat," sambungnya ketika menyampaikan poin keempat.
Dihubungi terpisah, Kepala Biro Umum Universitas Mathlaul Anwar Muhammad Fajri mengklaim situasi sebelum, saat, dan setelah kehadiran Wiranto cukup kondusif. Dia mengatakan tidak ada hal-hal yang mengganggu selama acara peresmian gedung perkuliahan KH. Mas Abdurrahman.
"Alhamdulillah kondusif, mereka (mahasiswa) berdialog akrab dikasih waktu," kata dia.
Lebih lanjut, Fajri mengatakan wajar Wiranto menjadi tamu undangan dalam peresmian gedung perkuliahan baru Universitas Mathlaul Anwar. Pasalnya, kata dia, Wiranto merupakan Ketua Dewan Penasihat Yayasan Mathlaul Anwar.
Fajri menuturkan Wiranto hanya memberikan sambutan sekitar 10 menit. Kegiatan berikutnya hanya seremonial acara seperti penandatanganan prasasti. Mantan panglima ABRI itu disebut hanya berbicara seputar kekeluargaan di Mathlaul Anwar.
"Sambutan soal keakraban dengan pengurus besar saja. Terus mengakui bahwa Pak Wiranto bukan siapa-siapa di Mathlaul Anwar ini. Jadi, sebagai orang tua saja," kata Fajri.
"Yang perlu digarisbawahi sangat wajar Pak Menteri datang ke 'rumahnya' sendiri," lanjutnya. [cnn]