logo
×

Jumat, 11 Oktober 2019

Soal Kasus Penusukan Wiranto, Distribusi Informasi Intelijen Dipertanyakan

Soal Kasus Penusukan Wiranto, Distribusi Informasi Intelijen Dipertanyakan

DEMOKRASI.CO.ID - Pengamat Terorisme dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar menyebut ada masalah intelijen dalam kasus penusukan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto. Informasi intelijen soal pelaku penusukan SA alias Abu Rara tidak terdistribusi dengan baik.

"Ini kan sekarang Menkopolhukan mewadahi BIN, Polri, dan badan keamanan lainnya. Kalau kepala BIN katakan 3 bulan sebelumnya sudah terdeteksi. Ke mana distribusi informasi dilakukan?" ucap Sidratahta, saat dihubungi Jumat (11/10/2019).

Menurut Sidratahta, seharusnya sebelum Wiranto datang ke lokasi acara di Pandeglang, Banten, ada tukar informasi intelijen. Sehingga, ada tindakan pencegahan sebelum terjadinya penyerangan.

"Ada faktor komunitas keamanan atau komunitas intelijen di daerah kejadian tidak koordinasi atau bahkan tidak ada rapat sebelumnya. Biasanya kan ada koordinasi Kominda (Komunitas Intelijen Daerah), komunitas intelijen lokal, pasti ada. Misalkan datang menteri, pasti siapa yang potensi radikal di daerah ini. Kan ada sharing. Kok tidak terjadi inteligen sharing sebelum Pak Wiranto (datang)," kata Sidratahta.

Padahal, menurut Sidratahta, kondisi keamanan Indonesia sedang rawan. Sehingga, seharusnya ada upaya lebih dari pihak keamanan maupun intelijen.

"Saya agak setuju kalau disebut ada kebobolan intelijen, ada sistem intelijen tidak terintegrasi. Ke dua, ada faktor efektifitas. Mestinya kalau ada potensi, bayangkan Menkopolhukan datang ke wilayah, padahal baru-baru ini sedang terjadi konflik parah dari Papua, ekses-kan di mana-mana," kata Sidratahta.

Selain soal intelijen, dia pun menyoroti polisi yang tidak memiliki jiwa peringatan dini. Sehingga, dia membiarkan pelaku dekat dengan Wiranto sebelum melakukan aksi. Bahkan, posisi pelaku ada di dekat polisi.

"Kalau saya lihat foto sosok diduga teroris, kan Abu Rara dan istri, dia berdiri di sebelah polisi. Saya sering berikan ceramah, pendidiakn pada polisi, kalau memiliki security mind, polisi itu segera lakukan deteksi cegah, tapi itu tidak terjadi. Hanya persepsi itu orang biasa. Maka polisi itu tidak pahami lingkungan di area lingkungannya," kata Sidratahhta.

Sidratahta menyebut, sebetulnya peraturan soal Undang-undang terorisme sudah mempuni untuk pencegahan. Tapi, pemikiran penegak hukum masih mengacu pada undang-undang lama.

"Sekarang, ketika UU baru direvisi (UU 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme), sudah dilibatkan fungsi direradilakisasi, ada pencegahan dini lebih bagus. Tapi sayang penindakan terorisme masih menggunakan UU lama," ucap Sidratahta.

Diberitakan sebelumnya, Wiranto ditusuk SA alias Abu Rara saat melakukan kunjungan kerja di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10) sekitar pukul 11.50 WIB. Wiranto menderita dua luka tusukan di bagian depan tubuhnya.

Selain Wiranto, Kapolsek Menes Kompol Daryanto ikut terluka. Dia diserang oleh Fitria, istri penusuk Wiranto. Fitria berpura-pura bersalaman, lalu melakukan penyerangan. [dtk]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: