DEMOKRASI.CO.ID - Pidato Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj yang menagih kredit murah Rp1,5 triliun ke Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, berbuntut panjang.
Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu ikut mengomentari janji Sri Mulyani ke PBNU.
Melalui akun Twitternya, Said Didu mengatakan, ada hal prinsip yang harus diiketahui publik terkait janji Sri Mulyani kepada PBNU.
Ia mempertanyakan kewenangan Menkeu bagi-bagi uang kepada ormas. Jika sumber keuangan dari APBN, apa dasar hukumnya? Jika sumbernya perbankan, berarti Menkeu mengintervensi bank.
“Jika demi suara, berarti Menkeu sudah berpolitik,” tegas Said Didu, Sabtu (28/12/2019).
Pakar ekonomi yang juga mantan Mentari Koordinator Bidang Parekonomian Rizal Ramli turut mengomentari pidato Said Aqil.
“Pemimpin2 Formal NU membuat NU menjadi kecil dengan menjadikannya sekedar kendaraan sewaan, bahkan bersedia pakai plat merah. Padahal akar NU adalah plat hitam, organisasi masyarakat yg berjuang untuk keadilan & kemakmuran rakyat,” kata Rizal Ramli di akun Twitternya.
Cuitan Rizal Ramli lantas dikomentari oleh @Netizen_NU. “Halo Bung @RamliRizal anda harus paham konteks saat ngomong. Jangan asal menuduh,” cuitnya.
Rizal Ramli kemudian mengungkit masa lalu saat Saiq Aqil hendak maju sebagai calon Ketua Umum PBNU tahun 2010 lalu.
Menurut Rizal, Said Aqil sempat mampir ke rumahnya dan berjanji untuk menolak politik.
“Menjelang Muktamar NU ke 32 di Makassar 2010, calon Ketum SA, didampangi SJ, mampir ke rumah. Semua sepakat bahwa 1. NU plat hitam; 2. Menolak politik uang dan 3, siapapun pemenang akan merangkul tokoh2 yg kalah. Ketika muktamar & stlh terpilih, tidak satupun yg dijalankan,” tegas Rizal Ramli. []