DEMOKRASI.CO.ID - Mundurnya Wentius Nemiangge dari jabatan Wakil Bupati Nduga, sempat membuat heran banyak pihak. Terutama karena alasan yang dikemukakan Wentius yaitu ia sudah tidak tahan lagi dengan kekerasan yang disaksikan di depan mata.
Pernyataan Wentius yang menyebutkan bahwa Jokowi harus bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi di Nduga, membuat alasan terdengar simpang siur.
Wentius mengungkapkan, ia menyatakan mundur setelah sopir yang juga ajudannya, Hendrik Lokbere, tewas tertembak pada 20 Desember 2019. Ia memimta pemerintah segera menarik mundur pasukan TNI dan meminta Jokowi bertanggungjawab.
Kemendagri menilai Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge telah berbohong, dengan menyebut terjadi peristiwa penembakan di wilayahnya pada 20 Desember 2019.
Kapuspen Kemendagri Bahtiar mengatakan, tidak ada penembakan sebagaimana klaim Wentius, yang kini menjadi alasannya untuk mengundurkan diri.
"Berdasakan hasil rapat Kemenkopolhukam yang dipimpin oleh Menkopolhukam kemarin, bahwa tidak ada penembakan seperti yang dikatakan Wabup Nduga," ujar Bahtiar dalam keterangannya, Minggu (29/12).
"Apalagi ditembak oleh aparat TNI-Polri, yang di sana justru notabene bertugas untuk menjaga keamanan. Sekali lagi, tidak ada aksi menembak warga sipil," terang Bahtiar.
Bahtiar menyebut, keberadaan pasukan TNI-Polri dalam wilayah Papua adalah dalam rangka melaksanakan tugas negara untuk melindungi dan menjaga keamanan warga dari gangguan kelompok kriminal sipil bersenjata.
"Keberadaan TNI - Polri di manapun dalam wilayah hukum NKRI adalah mengemban amanat konstitusi, berkewajiban menjaga kedaulatan, keamanan dan ketertiban setiap jengkal wilayah negara kesatuan Republik Indonesia termasuk di Nduga, Papua," urai Bahtiar.
Selaon tidak ada penembakan di tanggal yang Wentius sebutkan, Kemendagri juga belum menerima surat pengunduran diri Wentius.
"Hingga saat ini belum ada, kami belum menerima surat pengunduran diri Wakil Bupati Nduga. Adapun tata cara pengunduran diri Kepala Daerah/Wakil Daerah diatur dalam Pasal 79 Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah," kata Bahtiar.
Terkait permintaan ditariknya pasukan TNI, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan keberadaan TNI dan Polri di Nduga, Papua, masih dibutuhkan untuk memastikan keamanan wilayah itu dari kelompok separatis.
Hal ini disampaikan Tito menanggapi kabar pengunduran diri Wakil Bupati Nduga Wentius Nimiangge, karena permintaannya untuk menarik anggota TNI-Polri tak direalisasikan pemerintah pusat, sementara korban sipil terus berjatuhan.
Tito pun mempertanyakan apakah ada yang bisa menjamin wilayah Nduga akan tetap aman jika pasukan TNI-Polri ditarik.
"Jadi kalau seandainya ada permintaan penarikan pasukan, pertanyaannya ada enggak yang bisa menjamin, baik bupati, wakil bupati tokoh-tokoh disana," kata Tito di Istana Bogor, pada Jumat (27/12) lalu.
Tito menegaskan bahwa diterjunkannya TNI-Polri ke wilayah Nduga bukan tanpa sebab. Namun penempatan aparat ini dilakukan setelah terjadi penembakan terhadap pekerja proyek Istaka Karya oleh kelompok bersenjata pada Desember 2018 lalu.
Mantan Kapolri ini beralasan aparat tak kunjung ditarik sampai saat ini karena ada pelaku yang belum tertangkap.
"Siapa yang bisa menjamin kalau enggak terulang lagi pembantaian itu. Maka karena enggak ada yang bisa jamin maka penegakan hukum. Penegakan hukum Polri dan TNI," kata Tito.
Konflik di Nduga, Papua sudah berlangsung cukup lama. Peristiwa itu berawal dari adanya pembantaian terhadap karyawan PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Gunung Kabo.
Hingga saat ini konflik antara aparat keamanan dengan kelompok sipil bersenjata di daerah tersebut tak kunjung selesai.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta publik tak mudah terprovokasi oleh hal-hal yang bersifat manuver politik.
Hal ini disampaikan Mahfud saat menanggapi pengunduran diri Wakil Bupati Nduga, Wentius Nimiangge, dari jabatannya. "Jangan terprovokasi oleh hal-hal yang seperti itu yang sifatnya manuver politik," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat. [rmol]