Oleh: Djumriah Lina Johan (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah mengakhiri kunjungan ke Republik Rakyat China (RRC). Hari Rabu lalu (18/12) Prabowo meninggalkan negeri panda menuju negeri sakura, Jepan. KBRI Beijing melaporkan, selama berada di China, Prabowo telah bertemu dengan tiga pejabat penting sektor pertahanan negara komunis itu.
Dalam pertemuan ini Menhan Prabowo Subianto menyampaikan keinginan Indonesia memperdalam hubungan persahabatan dengan Tiongkok. Disebutkan KBRI Beijing, di bidang pertahanan dan militer hal ini dilaksanakan dengan penguatan dialog dan kerjasama kedua pihak, serta dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. RMOL.co, Kamis, 19/12/2019)
Setidaknya ada empat hal yang dapat dianalisis dari hubungan kerjasama di bidang pertahanan dan militer Indonesia – China tersebut:
Pertama, pengkhianatan. Adanya pertemuan antara Menhan Prabowo dengan tiga pejabat penting sektor pertahanan China mempertontonkan secara vulgar bagaimana pengkhianatan negeri ini dengan mayoritas penduduk muslim kepada muslim Uyghur yang selama hampir dua tahun terakhir disiksa oleh pemerintah China karena keislaman mereka. Padahal ada lebih dari 20 negara anggota PBB yang mengecam apa yang dilakukan oleh negara komunis tersebut.
Sekedar kecaman pun tidak keluar dari lisan pemimpin negeri ini, apalagi yang lebih dari itu. Padahal penyiksaan terhadap muslim Uygur oleh Pemerintah China sudah tidak perlu diragukan lagi. Entah dimana rasa perikemanusiaan pemimpin negeri ini hingga tak ada sedikit pun rasa marah, sedih, maupun bersalah kepada saudara muslim di Uyghur.
Kedua, butuh bantuan militer. Uyghur tidak hanya membutuhkan kecaman, bantuan materi, maupun do'a. Sejatinya Uyghur membutuhkan bantuan militer yang berasal dari negeri-negeri kaum muslimin untuk membebaskan mereka. Sebab, sebagaimana untuk menghilangkan haus harus minum, untuk mengobati penyakit jantung harus dioperasi, dan seterusnya.
Tak mungkin bisa kecaman, materi, dan do’a mampu melawan penyiksaan fisik yang dilakukan negeri komunis tersebut. Serangan fisik haruslah dilawan dengan serangan fisik. Maka, tidak ada jalan untuk membantu saudara muslim Uyghur melainkan dengan pengerahan pasukan militer dari negeri kaum muslimin.
Adapun hubungan militer dengan China adalah perang. Sebab, China secara de facto merupakan kafir harbi fi’lan yang memerangi kaum muslimin Uyghur. Sehingga haram hukumnya Pemerintah negeri mayoritas muslim untuk melakukan kerjasama politik apalagi di bidang pertahanan dan militer.
Ketiga, pelindung. Ketiadaan al Junnah yaitu Khilafah Islam menjadikan negara-negara kafir dengan leluasa menginjak-injak kaum Muslimin. Lihatlah saudara-saudara muslim di Uyghur, Palestina, India, dan lainnya. Hingga kini, mereka berjuang sendiri untuk mempertahankan akidah mereka.
Padahal Rasul saw pernah bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendzalimnya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan at Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Umar ra)
Dalam hadis di atas, sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk menjaga dan melindungi saudaranya sesama muslim. Dan hal ini menjadi tugas yang lebih utama bagi pemimpin negeri-negeri kaum muslimin.
Keempat, Khilafah. Benarlah jika dikatakan hanya Khilafah yang mampu membebaskan Uyghur dengan jihad fii sabilillah. Serta hanya Khilafah yang akan menghukum setiap negara yang telah menumpahkan darah, mengambil nyawa, dan mengeruk kekayaan alam negeri kaum Muslim.
Rasulullah saw besabda, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
Oleh karena itu, kebutuhan akan Khilafah bukan isapan jempol belaka. Umat rindu akan tegaknya Khilafah. Umat butuh Khilafah. Karena hanya dengan Khilafah, Islam bisa diterapkan secara total. Hanya dengan Khilafah, harta, darah, dan kehormatan kaum Muslimin bisa terjaga. Tanpanya, umat akan terus didzalimi, disiksa, dan dijajah.
Ya Allah, hanya kepadaMu kami memohon pertolongan dan hanya kepadaMu kami berdo’a, hancurkan kekuasaan orang-orang kafir dan jadikanlah kami sebagai para pejuang Islam hingga kemenangan itu datang. Aamiin… Allahumma aamiin…