logo
×

Selasa, 24 Desember 2019

Memaknai Bela Negara

Memaknai Bela Negara

Oleh Ainul Mizan, Warga Malang

Sebagai bagian dari rakyat negeri ini, tentunya telah tertanam dalam diri akan rasa cinta tanah air. Salah satu perwujudan rasa cinta tersebut adalah ikut berpartisipasi dalam bela negara.

Aktivitas bela negara dilakukan ketika terdapat ancaman. Tentunya hal yang wajar akan muncul naluri mempertahankan diri saat terancam. Hal demikian berlaku baik dalam konteks kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Adapun bentuk ancaman terbagi berupa ancaman secara fisik maupun non fisik. Kedua bentuk ancaman tersebut berpotensi merongrong kedaulatan wilayah negara.

Ancaman fisik berupa peperangan yang mengerahkan pasukan dan persenjataan fisik yang dimilikinya. Tentunya menghadapi ancaman fisik membutuhkan alutsista yang canggih bahkan tercanggih. Kebutuhan akan adanya industri peperangan mutlak dimiliki sebuah negara.

Dalam hal ini, Islam memberikan panduan di dalam salah satu ayat al - Qur"an surat attaubah yang menyatakan bahwa kalian harus mempersiapkan untuk menghadapi mereka dari semua kekuatan dan dari kuda - kuda yang ditambatkan. Persiapan sedemikian digunakan untuk menggentarkan musuh.

Sedangkan untuk bisa menggentarkan musuh, mutlak diperlukan persenjataan yang canggih. Disebutkannya kuda - kuda yang ditambatkan sebagai pola berpikir superior bukan inferior. Kuda merupakan bagian dari kendaraan perang tercanggih pada waktu itu. Artinya umat perlu untuk memproduksi persenjataan yang tercanggih, minimal kualitasnya identik dengan persenjataan pihak lain.

Pada era ancaman fisik, sebagaimana era perjuangan kemerdekaan Indonesia. Secara bergelombang, para penjajah dari bangsa Eropa berduyun - duyun menuju Indonesia. Dari Portugis, Belanda, Inggris termasuk Jepang dengan pongahnya menjajah Indonesia.

Akibatnya bermunculan perlawanan di seantero Indonesia. Pangeran Dipati Unus yang menyerbu Portugis di Malaka. Sultan Agung yang menyerbu Belanda di daerah Batavia. Dan masih banyak data lainnya yang menunjukkan perjuangan heroik bangsa. Dari persenjataan apa adanya hingga tuntutan menandingi persenjataan penjajah.

Sementara itu bentuk ancaman non fisik adalah bentuk penjajahan gaya baru. Betul tidak ada pasukan yang petentang petentang membawa senapan, akan tetapi setiap bidang kehidupan bermasyarakat baik politik, pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, peradilan, dan pertahanan keamanan berada dalam cengkeraman penjajahan.

Amerika Serikat dan China adalah 2 negara besar yang agresif dalam mempengaruhi konstelasi politik dan ekonomi dunia. Amerika Serikat yang notabenenya pengemban Ideologi Kapitalisme berkepentingan untuk menancapkan pengaruhnya khususnya di dunia Islam, termasuk Indonesia. Amerika Serikat ingin tetap menjadi globe cop. Sedangkan China berambisi menjadi raksasa ekonomi di kawasan laut China Selatan. Dengan menerapkan kebijakan Turnkey manajemen ke luar, China sesungguhnya telah menerapkan kebijakan ala Kapitalisme yang tetap bertumpu pada Komunisme.

AS lebih menitik beratkan kepada aspek - aspek penguatan ideologi dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Grand strategi yang dijalankannya adalah dengan memoderatkan muslim di Indonesia. Hal ini bertujuan agar Indonesia menjadi ramah terhadap kebijakan - kebijakan AS yang kapitalistik. Melalui jargon kesetaraan gender dan demokratisasi yang mewujudkan keadilan.

Dalam bidang sosial budaya, AS pernah menggelontorkan dana sebesar 8,4 juta dollar melalui USAID. Program tersebut adalah Empowering Acces to Justice. Tujuannya agar ada persamaan akses keadilan bagi penduduk miskin. Setiap penduduk mempunyai hak yang sama.

Tatkala AS mampu mengkondisikan kehidupan non ekonomi, tentunya sudah tersedia sebuah ruang yang ramah atas setiap kebijakannya nanti. Atas nama pembangunan, AS mulai ikut menggelontorkan utang melalui Bank Dunia. Walaupun jumlah dana yang digelontorkan tidak terlalu signifikan. Hanya saja pemberi utang terbesar ke Indonesia periode April 2017 adalah Bank Dunia sebesar Rp234,68 trilyun.

Termasuk beroperasi korporasi raksasanya yang ikut berinvestasi dalam pengelolaan kekayaan Indonesia. Ambil contoh, Freeport Mc Moran yang masih mengantongi perijinan untuk mengolah tambang emas di Papua. Atas nama investasi yang sejatinya adalah penguasaan aset kekayaan.

Hasil yang dipetik oleh Indonesia adalah berupa ketimpangan politik, sosial dan ekonomi yang selanjutnya memicu gerakan separatis dan disintegrasi bangsa. Contoh nyata dalam hal ini adalah gerakan separatis OPM.

Di sisi lain, China melalui mega proyek OBOR nya menjadi rule map merintis jalan menjadi raksasa ekonomi. Dengan mekanisme Turnkey Project Manajemen. Ada 2 hal yang rawan dari Turnkey Manajement, yang kedua hal tersebut menjadi jalan penjajahan China yang mengerikan. Kedua hal tersebut adalah aspek tenaga kerja dan jebakan utang.

Melalui Turnkey Project Manajemen, China menyediakan satu paket proyek ekonomi dan investasi. Dari pendanaan, tenaga ahli hingga tenaga kerja disediakan oleh China. Satu proyek di Medan saja harus mengerahkan sekitar 50 ribu tenaga kerja asal China. Belum lagi untuk sekitar 1734 proyek OBOR di Indonesia, tentunya akan terjadi eksodus besar - besaran penduduk China ke Indonesia. Tentunya ini menjadi ancaman serius bagi kemanusiaan di Indonesia.

Dari aspek utang. Tentunya investasi China ini terdapat persyaratan yang mengikat. Mengambil pelajaran dari Zimbabwe. Karena tidak bisa membayar utang yang jatuh tempo akhir Desember 2015, akhirnya mulai 1 Januari 2016, secara resmi di Zimbabwe berlaku penggunaan mata uang Yuan China sebagai mata uang nasionalnya.

Memang penggelontorkan utang dari China ke Indonesia masih menduduki peringkat keempat berdasarkan rilis data Agustus 2019. Besaran utangnya adalah Rp239,55 trilyun meningkat dari sebulan sebelumnya sebesar Rp238,71 trilyun. Artinya peningkatan jumlah utang luar negeri dari China cukup signifikan. Ditunjang pula sejak 2011, banyak negara yang mengambil utang dari China. Di antaranya adalah Srilanka, Ukraina, Venezuela, Ekuador dan Kuba. Artinya, China menjadi kreditor global mengalahkan AS.

Hasil cengkeraman China cukup signifikan. Adanya pro dan kontra dalam menyikapi kebijakan China terhadap muslim Uighur menjadi indikasi dalam hal ini. Jangan sampai apa yang terjadi di Zimbabwe juga terjadi di Indonesia.

Demikianlah pola - pola penjajahan gaya baru yang bahayanya meluas pada sendi - sendi kehidupan. Oleh karena itu, sangat mendesak dan relevan melakukan aksi bela negara.

Sebagai negeri yang mayoritasnya muslim, tentunya mengambil dari khasanah Islam guna menangkal penjajahan menjadi sebuah keniscayaan yang wajar. Mengambil konsepsi Islam dalam mengatur kehidupan politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, peradilan dan pertahanan keamanan menjadi jaminan bagi keterbebasan dari berbagai ancaman penjajahan. Bukankah melalui gema takbir dan gelora semangat jihad yang lahir dari ajaran Islam yang bisa mengantarkan Indonesia menuju gerbang kemerdekaan di era penjajahan fisik? (*)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: