DEMOKRASI.CO.ID - Donald Trump berhasil muncul menjadi sosok yang mencuri perhatian publik sejak resmi duduk di kursi nomor satu Amerika Serikat awal tahun 2017 lalu.
Sejak saat itu, hampir tidak ada hari tanpa pemberitaan soal dirinya di media internasional. Pemberitaan yang muncul bukan hanya soal kebijakannya, atau kegiatannya, namun juga soal retorika dan sikapnya yang tidak jarang mengundang kontroversi.
Sejak saat itu pula, mucnul banyak rumor dan kisah soal kepemimpinan Trump di Gedung Putih. Salah satu yang menarik adalah kisah bahwa Trump merupakan sosok yang terisolasi dan kesepian di Gedung Putih. Dia bahkan semakin kesepian setelah "mengusir" semua orang-orang terdekatnya.
"Di Gedung Putih dalam krisis, Trump terlihat semakin terisolasi," begitu kabar yang dimuat Reuters Mei 2017 lalu.
Wartawati senior Huffington Post, Molly Redden dalam artikel berjudul "Donald Trump Is The Loneliest Man In America", menulis bahwa Trump merupakan sebuah potret terasing di tengah kesuksesannya. Dia tidak memiliki orang yang dekat dengannya.
Dalam artikel itu Redden mengurutkan kutipan berita yang dimuat di sejumlah media internasional mengenai "kisah' Trump yang terisolasi sejak dia menjabat di Gedung Putih.
Redden memulai dengan artikel yang pernah dimuat New York Times tanggal 5 Februari 2017 berjudul "Trump and Staff Rethink Tactics After Stumbles".
Dalam artikel itu, wartawan Maggie Haberman dan Glenn Thrush menggambarkan Trump hampir selalu sendirian. Dia dicirikan sebagai sosok pemimpin yang tertutup dan kerap menonton jaringan berita kabel untuk mengetahui apa yang terjadi di luar.
Kemudian pada 19 Mei 2017, Reuters memuat artikel berjudul "At a White House in crisis, Trump looks increasingly isolated".
Dalam artikel itu dijelaskan bahwa Trump semakin terisolasi akibat ketegangan yang terjadi antara dirinya dan perwakilan dari Partai Republik yang lebih luas. Mereka tampak lambat membela Trump di televisi dan menunjukkan tanda-tanda berjalan dengan cara mereka sendiri.
"Trump dan stafnya yang terkepung (merasa) ditelantarkan oleh sesama Republikan di Capitol Hill, ketika kehebohan atas pemecatan Direktur FBI James Comey dan tuduhan bahwa Trump mencoba mempengaruhi penyelidikan terhadap campur tangan Rusia dalam pemilihan tahun lalu menunjukkan sedikit tanda mereda," begitu kutipan dari artikel tersebut dengan mengutip sejumlah pembantu Gedung Putih.
Kemudian pada 14 Desember 2018, media Los Angeles Times memuat artikel berjudul "Trump Increasingly Isolated as aides leave, friends flip and investigations advance".
Artikel itu memuat kabar bahwa Trump semakin terisolasi setelah serangkaian pengkhianatan tingkat tinggi yang menimpa dirinya.
Selain itu juga dikabarkan bahwa Partai Republik siap untuk meninggalkan Trump.
Kemudian ada juga artikel tertanggal 22 Desember 2018 yang dimuat di New York Times yang berjudul "For Trump, ‘a War Every Day,’ Waged Increasingly Alone".
Artikel ini memuat kabar bahwa menurut beberapa orang di sekelilinya, Trump bukan hanya berdiri sendiri, namun juga semakin sendirian.
"Dia menghabiskan lebih banyak waktu di depan televisi. Dia melepaskan penasihat dengan kecepatan tinggi Dia mencerca musuh, yang sering menjadi teman," begitu kutipan artikel tersebut merujuk pada sumber yang dekat dengan situasi tersebut.
Kemudian muncul juga artikel berjudul "I am all alone: An isolated Trump unleashes a storm of Yuletide gloom" di Washington Post pada tanggal 24 Desember 2018.
Trump dikabarkan seorang diri saat sebagian pemerintah mengalami shutdown akibat ketidaksepakatan dengan Demokrat di parlemen soal pembangunan tembok perbatasan. Dia juga dikabarkan sendirian di Gedung Putih menunggu Demokrat kembali dan membuat kesepakatan di Malam Natal yang berkabut.
Kemudian ada juga artikel berjudul "The Unraveling of Donald Trump" yang dimuat The Atlantic pada 18 Oktober 2019 dan "Donald Trump Is All Alone In The White House" yang dimuat tanggal 7 November di media yang sama.
Kedua artikel itu muncul di tengah upaya pemakzulan terhadap Trump oleh parlemen yang dipimpin oleh Demokrat. The Atlantic merupakan salah satu media di negeri Paman Sam yang gencar memberitakan soal hal tersebut.
Dalam dua artikel itu, dikabarkan bahwa "beberapa rekan" dan mantan asisten khawatir bahwa perilaku Trump kemungkinan akan semakin buruk saat dia cenderung untuk menyerang terkait penyelidikan pemakzulan dirinya.
Trump pada saat itu kerap menolak untuk menghadiri pertemuan atau keluar. Dia juga terlibat dalam tindakan "tidak pantas" degan membuat cuitan yang kejam tentang putra Joe Biden, yakni Hunter Biden.
"Seseorang yang dekat dengan Trump mengatakan kepada saya bahwa presiden merasa terisolasi dan telah mengeluh bahwa dia tidak memiliki siapa pun di mana dia dapat curhat," kata seorang sumber yang dimuat dalam artikel tersebut.
"Masalah berat ini membebani dirinya. Dia tidak memiliki siapa pun di sekitarnya. Tidak ada seorang pun," tambahnya.[rmol]