logo
×

Kamis, 16 Januari 2020

Banjir Investasi, Ilusi Negara Berdikari

Banjir Investasi, Ilusi Negara Berdikari

Oleh: Djumriah Lina Johan(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa akan ada investasi miliaran dolar akan masuk ke Indonesia dari Amerika Serikat. Investasi tersebut akan fokus digelontorkan untuk proyek BUMN. Investasi tersebut didiskusikan Luhut hari Jumat tanggal 9 Januari 2020. Pihak AS akan menyambangi Indonesia. “Ini besok Jumat aja kami akan terima perwakilan dari International Development Finance AS. Itu dia di bawah White House dia akan datang kemari bawa uang untuk investasi di BUMN dan juga di beberapa proyek,” kata Luhut di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2020). (detik.com, Senin, 6/1/2020)

Luhut juga mengatakan Presiden Joko Widodo akan berkunjung ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, untuk menandatangani proyek investasi senilai US$ 20 miliar. Nilai tersebut setara dengan Rp 280 triliun hitungan kurs Rp 14.000. “Besok tanggal 13 (Senin 13 Januari 2020), Presiden kunjungi Abu Dhabi berangkat tanggal 11 (Sabtu 11 Januari 2020) pagi menyelesaikan proyek tanda tangan senilai US$ 20 miliar,” ungkapnya selepas Perayaan Natal bersama Kemenko Marves, di Auditorium BPPT II, Selasa, (7/01/2020). (CNBC Indonesia, Selasa, 7/1/2020)

Massifnya investasi yang masuk ke Indonesia disyukuri oleh sejumlah pihak terutama para pejabat pemerintah, investor asing itu sendiri, serta orang-orang yang diuntungkan dari proyek tersebut. Padahal, gempuran investasi justru merupakan bom waktu yang akan meledak pada suatu hari nanti.
Sejatinya investasi ialah utang yang melemahkan sebuah negara. Negara menjadi tidak berdaulat dan tidak mampu mandiri, maka ungkapan berdikari hanyalah sebuah ilusi. Terbukti dari tak berdaya negeri ini mengatasi konflik Natuna. Besarnya investasi yang digelontorkan Cina mampu membuat Indonesia ciut dan berakhir memilih mengajukan kerjasama dibanding menyalak layaknya sebuah negara yang diganggu kedaulatannya.

Kecintaan negeri ini kepada investasi juga membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara neolib. Terlihat dari adanya pendektean untuk membuat berbagai UU bercorak neoliberal. Mulai dari menghilangkan subsidi, privatisasi BUMN, menumpuk utang atas nama investasi secara terus-menerus, hingga menggenjot pajak. Di sektor migas dan pengelolaan SDA pun diliberalisasi, membuka keran untuk investasi asing dan memperbolehkan asing untuk memiliki hak kepemilikan hingga lebih dari 90 persen.

Konsep neoliberal tersebut berakar dari ideologi kapitalisme yang berasaskan sekulerisme. Sehingga menciptakan gagasan investasi (utang) sebagai metode penjajahan model baru (neoimperialisme).
Walhasil, harapan kesejahteraan rakyat semakin menjauh ke level tak terjangkau.

Islam menjamin kemandirian negara serta berdaulat tanpa bergantung dari investasi asing. Pertama, sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya, “… Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (TQS. An Nisa : 141)

Allah menegaskan keharaman bagi penguasa kaum Muslimin untuk memberi celah kepada para kapitalis untuk menguasai umat. Sehingga adanya kemudahan investasi hingga perjuangan mencari investor yang dilakukan Pemerintah sangat berbahaya bagi umat.
Kedua, menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan syariat Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan SDA negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.

Dengan pengelolaan sistem keuangan negara berbasis syariah, maka akan diperoleh pemasukan rutin yang sangat besar dalam APBN negara yang berasal dari pos fa’i dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Abdul Qadim Zallum dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah mengemukakan, bahwa kebutuhan dana negara yang sangat besar juga dapat ditutup dengan penguasaan (pemagaran oleh negara) atas sebagian harta milik umum, gas alam maupun barang-barang tambang lainnya.

Ketiga, jikalau investasi asing benar-benar dibutuhkan akibat perekonomian yang lesu serta pengelolaan sektor SDA tak mampu menutupi celah tersebut. Maka terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan terhadap investasi asing sesuai standar halal-haram dalam kacamata syariat Islam, yaitu investor asing tidak diperbolehkan melakukan investasi dalam bidang yang strategis atau sangat vital semisal bandara, pelabuhan, dan lain-lain.

Investasi asing juga tidak boleh dalam bidang yang membahayakan, investor hanya diperbolehkan dalam bidang yang halal dan tidak mengandung unsur ribawi, investasi asing tidak diperbolehkan pada kepemilikan umum (harta rakyat), investasi asing tidak boleh dalam hal yang membahayakan akhlak kaum Muslimin, investor tidak diperbolehkan bergerak di sektor non riil, dan investor yang akan berinvestasi, bukanlah investor yang terkategori muhariban fi’lan.

Dengan demikian, kedaulatan serta kemandirian negeri terjamin sehingga tak ada jalan bagi penjajah untuk menyusup masuk menggerogoti politik ekonomi negara. Namun, semua itu hanya bisa diwujudkan manakala Indonesia memilih mencampakkan sistem kapitalis liberal dan mengambil Islam sebagai solusi. Wallahu a’lam bish shawab.
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: