logo
×

Rabu, 15 Januari 2020

Diadili DKPP, Wahyu Setiawan Akui Sulit Tolak Permintaan Kader PDIP

Diadili DKPP, Wahyu Setiawan Akui Sulit Tolak Permintaan Kader PDIP

DEMOKRASI.CO.ID - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengakui dalam posisi yang sulit menanggapi permintaan PDIP untuk memperjuangkan nama Harun Masiku untuk ditetapkan sebagai pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

Dalam sidang etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/1/2020) yang dikutip melalui livestreaming akun Facebook DKPP, Wahyu mengaku mengenal dekat tiga kader PDIP, Saeful dan Doni, serta Agustiani Tio Fridelina yang terkait kasus ini. Saeful dan Agustiani telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.

"Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada mbak Tio, mas Saeful, mas Doni itu kawan baik saya," kata Wahyu dalam persidangan.

Wahyu mengakui dalam berkomunikasi dengan sejumlah pihak terkait kasus ini, sulit membedakan antara hubungan kawan dekat dan pekerjaan. Namun, dalam sidang tadi Wahyu enggan menjelaskan detail materi yang masuk pokok perkara penyidikan di KPK.

"Tetapi memang dalam berkomunikasi mungkin karena saya teman lama Bu Tio orang yang saya hormati, dan saya anggap kakak saya sendiri. Jadi saya sangat sulit situasinya," jelas Wahyu.

Wahyu dan para pihak terkait kerap mengajak bertemu di luar KPU untuk membahas PAW Harun Masiku. Meski demikian, Wahyu mengakui permintaan PDIP untuk menjadikan Harun sebagai anggota DPR PAW sulit dilakukan karena tidak memiliki dasar peraturan.

"Saya juga sudah berkomunikasi kepada PDIP lalu orang-orang yang menghubungi saya. Baik di kantor maupun di luar sedari awal ini tidak mungkin dapat dilaksanakan," jelas Wahyu. Namun, Wahyu enggan memberikan penjelasan lebih detail terkait intensitas pertemuan dengan orang-orang tersebut. Menurutnya, hal tersebut berkaitan dengan proses hukum yang berjalan di KPK.

"Supaya tidak ada salah paham bukan berarti saya tidak terbuka tetapi memang dalam proses itu semua sudah saya ungkapkan kepada penyidik," kata Wahyu.

Wahyu mengungkapkan, PDIP sejak awal ngotot ingin memasukkan nama Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW. Selain Harun, PDIP juga meminta KPU PAW caleg dari dapil Kalimantan Barat.

"Usulan PDIP itu sebenarnya bukan usulan baru. Sudah ada sejak rapat pleno penetapan caleg terpilih. Pada waktu itu PDIP mengusulkan dua usulan. Pertama pergantian calon terpilih di dapil Kalimantan Barat yang kedua di dapil Sumsel," kata Wahyu.

Namun, terang Wahyu hanya usulan di dapil Kalimantan Barat yang memenuhi syarat. Sementara usulan memasukan nama Harun Masiku di Dapil Sumsel tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan aturan perundang-undangan.

"Dalam rapat pleno terbuka PDIP menyampaikan akan meminta fatwa kepada MA. Sikap KPU tentu saja mempersilakan bagi partai pemilu mengambil langkah-langkah," terang Wahyu.

Pada surat kedua, PDIP kembali melayangkan surat dengan melampirkan fatwa hukum putusan Mahkamah Agung (MA) soal pergantian antar waktu (PAW). KPU kembali menolak permohonan tersebut. "Karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seiring surat yang ketiga yang kemudian menjadi masalah," ujar Wahyu.

Usai persidangan, Plt Ketua DKPP, Muhammad mengakui dalam persidangan tadi pihaknya mendalami alasan Wahyu tidak berusaha mencegah terjadinya pertemuan di luar kantor KPU.  Wahyu mengakui sulit lantaran pertemanannya dengan para pihak terkait. Alasan Wahyu tersebut bakal menjadi pertimbangan DKPP dalam memutus dugaan pelanggaran etik ini.

"Majelis mendalami dan menanyakan 'kenapa tidak berusaha menolak pertemuan yang bisa membuat konflik kepentingan itu?'. Itu yang kami paling banyak mendalami karena itulah sebenarnya terkait kode etik. Setiap penyelenggara pemilih itu harus mampu menjaga potensi konflik kepentingan," katanya.

Muhammad menegaskan DKPP telah mengatur secara tegas mengenai konflik kepentingan penyelenggara negara. Termasuk pertemuan-pertemuan di luar kantor.

"Dalam aturan DKPP itu, tegas sekali dikatakan supaya menghindari pertemuan-pertemuan di luar lembaga atau kantor-kantornya yang telah ditetapkan supaya menghindari adanya kecurigaan dan seterusnya," katanya.

Muhammad mengatakan DKPP cukup bersidang satu kali untuk memutuskan dugaan pelanggaran etik Wahyu. Setelah sidang hari ini, DKPP akan menggelar rapat pleno untuk memutuskan perkara tersebut. Putusan ini akan disampaikan DKPP esok hari.

"Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman prilaku telah menegaskan sanksinya. Kalau nanti terbukti akan kita ukur derajat pelanggaran etiknya," katanya.

Jika terbukti melanggar etik berat, DKPP akan menyampaikan surat kepada Presiden dengan tembusan KPU dan Bawaslu untuk menindaklanjuti putusan DKPP. Termasuk proses pemberhentian Wahyu sebagai Komisioner KPU dan pergantian

"Nanti putusan DKPP dibacakan, lalu DKPP akan sampaikan pada pihak-pihak misalnya Bawaslu, KPU, dan Presiden selaku pejabat eksekutif yang melantik berdasarkan SK kepada Wahyu," katanya. [bsc]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: