
DEMOKRASI.CO.ID - Penyidik Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Maluku menetapkan pegawai BNI cabang Makassar, Tata Ibrahim, sebagai tersangka dalam kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon senilai Rp 58,9 miliar.
“Iya. Dirkrimsus Polda Maluku baru menetapkan satu lagi tersangka dalam kasus BNI Ambon.
Tersangka baru itu pegawai BNI Makassar, namanya Tata Ibrahim,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Muhamad Roem Ohoirat saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (7/2/2020).
Penyidik menemukan bukti keterlibatan Tata Ibrahim dalam kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon itu.
“Dia (Tata) bari ditetapkan sebagai tersangka Kamis kemarin, jadi penyidik menemukan adanya bukti tersangka ini terlibat,” katanya.
Tata ikut menampung uang hasil kejahatan dalam kasus pembobolan BNI Ambon di rekeningnya.
Polisi menemukan transaksi tak wajar sejak November 2018 hingga September 2019 di rekening Tata.
“Penyidik menemukan bukti ada transaksi tidak wajar ke rekening tersangka senilai Rp 76.409.000.000.
Itu terjadi sepanjang November 2018 sampai September 2019,” kata Kabid Humas Polda Maluku itu.
Pegawai BNI cabang Makassar itu diduga bekerja sama dengan tersangka utama, Faradiba Yusuf.
Penyidik pun menjerat Tata dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dengan penetapan itu, Polda Ambon telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut.
Enam tersangka sebelumnya yakni Mantan Wakil Pimpinan BNI Cabang Utama Ambon Farahdiba Yusuf, Soraya Pellu, Kepala Cabang BNI Mardika Andi Rizal alias Callu, Kepala Cabang BNI Tual Chris Rumalewang, Kepala Cabang BNI Aru Josep Maitimu, Kepala Cabang BNI Masohi Martije Muskita.
Berkas Dikembalikan Kejati Maluku
Kejaksaan Tinggi Maluku mengembalikan berkas enam tersangka kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon senilai Rp 58,9 miliar.
“Iya berkas enam tersangka itu dikembalikan dan saat ini sedang diperbaiki penyidik,” kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes Muhamad Roem Ohoirat saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (7/2/2020).
Jaksa meminta penyidik menambahkan pasal pidana korupsi dalam berkas para tersangka.
Roem mengatakan penyidik hanya menggunakan pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam berkas sebelumnya.
“Jadi sesuai petunjuk itu namanya P 19, perlu ditambah lagi pasal tindak pidana korupsi, itu yang sedang diperbaiki saat ini,” ujarnya.
Polda Maluku menargetkan berkas keenam tersangka itu dikirimkan kembali pada 16 Februari 2020.
Setelah dinyatakan lengkap, penyidik akan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Tinggi Maluku.
”Targetnya sebelum 16 Februari.
Kalau hasil penilaian jaksa sudah lengkap maka kita akan segera menyerahkan tersangka dan barang bukti, tapi kalau belum lengkap lagi, berkasnya akan dikembalikan lagi untuk diperbaiki,” ungkapnya.
Berkas enam tersangka yang sedang diperbaiki penyidik itu milik Farahdiba Yusuf, Soraya Pellu, Andi Rizal alias Callu, Chris Rumalewang, Josep Maitimu, dan Martije Muskita.
Kasus pembobolan dana nasabah BNI cabang Ambon dilaporkan ke SPKT Polda Maluku pada 8 Oktober 2019.
Laporan dibuat setelah investigasi internal menemukan transaksi dan investasi tak wajar dilakukan Wakil Kepala BNI cabang Ambon Faradiba Yusuf.
Polisi menangkap Faradiba di sebuah rumah di Citra Land di Kawasan Lateri Ambon.
Saat itu Faradiba ditangkap bersama Soraya dan seorang pria bernama DN.
Dalam kasus itu, polisi juga menyita uang tunai miliaran rupiah dan berbagai aset lain, seperti delapan mobil mewah, sejumlah rumah, tempat usaha, hingga cicin permata milik tersangka utama Faradiba Yusuf.
Tanggapan Resmi BNI
Corporate Secretary BNI Meiliana mengatakan, kasus penggelapan dana di Ambon tidak memengaruhi kondisi perusahaanya secara umum.
"Pelanggaran yang terjadi di Ambon adalah kasus yang memiliki dampak minimal terhadap operasional dan ketersediaan dana di BNI. Kasus ini sudah dalam proses penyelidikan pihak Kepolisian sehingga diharapkan dapat mempercepat proses pengungkapannya," ujar Corporate Secretary BNI Meiliana dikutip dari siaran persnya, Senin (10/2/2020).
Pihaknya pun mengapresiasi kinerja penyidik Polri dalam mengungkap kasus penggelapan dana masyarakat di Ambon oleh sindikat tersebut.
"Perkembangan penyelidikan Polri tersebut menunjukkan bahwa laporan kasus yang disampaikan oleh BNI pada bulan Oktober 2019 telah ditindaklanjuti secara maksimal. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa kasus Ambon ini semakin mendekati ke arah pengungkapannya," sebutnya.
"BNI yang juga menjadi korban dalam kasus ini sangat mengharapkan penuntasannya agar proses pengembalian dana yang digelapkan para anggota sindikat pelaku dapat segera terealisasi secara penuh," tambah dia.
Pihaknya juga terus bekerja sama dengan pihak berwajib untuk mengumpulkan sumber-sumber pengembalian dana yang akan memperkecil potensi kerugian tersebut.
"Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengamankan harta benda para anggota sindikasi," ucapnya.
Dia menyebut, nasabah dan masyarakat umum tidak perlu khawatir untuk tetap bertransaksi dan menyimpan dananya di BNI.
Meiliana mengungkap, ada beberapa faktor yang menjadi sebab nasabah tak perlu khawatir dengan kasus pembololan tersebut.
Salah satu faktornya yaitu operasional BNI tetap berjalan normal, termasuk semua kantor yang berada di bawah koordinasi Kantor Cabang Utama Ambon.
Dia bilang, kepercayaan sebagian besar nasabah juga tetap terjaga dibuktikan jumlah transaksi masuk (menabung) lebih besar dibandingkan jumlah transaksi keluar.
"Kemudian, BNI tetap berkomitmen menjaga ketersediaan uang tunai yang dapat digunakan masyarakat melalui berbagai channel, termasuk mesin ATM selama 24 jam sehari 7 hari seminggu," terang Meiliana.
Sebagai informasi, BNI melaporkan adanya penggelapan dana sebesar Rp 58,95 miliar pada Oktober 2019, berkat investigasi internal BNI pada 2019.
Investigasi internal ini menyimpulkan adanya kejanggalan transaksi transfer dana yang tidak disertai oleh dana riil nya.
Transfer diduga dilakukan atas perintah salah satu tersangka dalam kasus ini, yaitu Wakil Kepala BNI Cabang Ambon, Faradiba Yusuf.
Nilai transaksi dicatat sebagai kerugian yang berpotensi dialami BNI.
Namun, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Muhamad Roem Ohoirat mengatakan, dari sejumlah fakta terbaru yang ditemukan penyidik, jumlah kerugian dalam kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon ternyata membengkak lebih besar.
“Jadi, ternyata kerugian dana nasabah yang dibobol itu lebih besar dari yang dilaporkan sebelumnya, Rp 58,9 miliar,” kata Roem, saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (8/2/2020)
Jumlah kerugian dalam kasus pembobolan dana nasabah BNI Ambon itu membengkak setelah penyidik menemukan ada aliran dana sebesar Rp 76,4 miliar melalui sejumlah rekening salah satu tersangka atas nama Tata Ibrahim yang diketahui sebagai pegawai BNI di Makassar, Sulawesi Selatan.(tnc)