logo
×

Minggu, 09 Februari 2020

Jepang Karantina 78 WNI di Kapal Pesiar

Jepang Karantina 78 WNI di Kapal Pesiar

DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah Jepang masih mengarantina kapal pesiar Diamond Princess di Pelabuhan Yokohama. Sebanyak 3.711 penumpang dan awak kapal dilarang turun.

Kemarin (8/2) terungkap bahwa di antara ribuan penumpang itu, terdapat 78 warga negara Indonesia (WNI) yang ikut dikarantina.

Begitu informasi tersebut sampai di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), komunikasi dengan otoritas Jepang langsung dilakukan. Hasilnya, kondisi 78 WNI tersebut baik dan sehat. ”Kedutaan Besar Republik Indonesia di sana terus memantau dan mendapatkan update dari pemerintah setempat,” kata Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.

Dia menjelaskan, 78 WNI yang berada di kapal pesiar tersebut bekerja sebagai anak buah kapal (ABK). Faizasyah belum mengetahui apakah seluruhnya diharuskan mengikuti karantina atau diperbolehkan pulang.

Sebagaimana diberitakan, karantina diawali ketika seorang penumpang Diamond Princess positif tertular 2019-novel coronavirus (2019-nCoV). Penumpang tersebut sebenarnya sudah turun di Hongkong. Namun, pemerintah Jepang khawatir orang-orang yang sekapal dengannya tertular. Agence France-Presse menyebutkan, seorang penumpang memeriksakan diri ke rumah sakit di Hongkong saat Diamond Princess berlabuh di sana pada 25 Januari lalu. Penumpang berusia 80 tahun itu ternyata positif tertular virus korona dari Wuhan.

Diamond Princess kemudian berlayar lagi tanpa membawa pasien tersebut. Di Pelabuhan Naha, Prefektur Okinawa, seluruh penumpang dikarantina. Karena penumpang lain tidak menunjukkan gejala tertular, petugas karantina mengeluarkan sertifikat aman. Namun, setiba di Pelabuhan Yokohama, penumpang dan kru kapal dilarang turun oleh pemerintah Jepang. Sebab, kabar adanya penumpang yang tertular virus korona mencuat. Karantina kedua dilakukan. Seluruh penumpang diminta tinggal di kamar masing-masing dan diperiksa. Hingga kemarin, 64 orang dinyatakan terinfeksi virus korona. Para korban yang membutuhkan perawatan khusus langsung dilarikan ke RS. Penumpang lain diminta tetap berada di kapal sambil menunggu pemeriksaan lanjutan.

Faizasyah menegaskan, hingga kemarin hanya satu WNI di Singapura yang positif terjangkit virus korona. KBRI di Singapura terus mendapatkan update dari pemerintah setempat. WNI perempuan yang menjadi pekerja migran itu kini dirawat di General Hospital Singapura.

Pada bagian lain, kemarin (8/2) pesawat carter milik China Eastern mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada pukul 12.20 Wita. Pesawat tersebut datang secara khusus untuk menjemput 61 warga negara Tiongkok yang ada di Bali. Konsulat Jenderal Tiongkok telah berkomunikasi dengan pemerintah Indonesia untuk memulangkan 61 warganya yang selama ini ‘’terjebak” di Bali. Mereka tidak bisa pulang karena pemerintah Indonesia menghentikan sementara penerbangan ke dan dari Tiongkok.

Atas permintaan Konsulat Jenderal Tiongkok, akhirnya Kementerian Perhubungan mengizinkan satu pesawat menjemput 61 warga Tiongkok. Pukul 14.11 Wita, pesawat China Eastern take off.

”Angkasa Pura I mendukung penuh kegiatan pemulangan. Kami menyediakan fasilitas khusus,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi. Pesawat China Eastern ditempatkan di area parkir yang jauh dari pesawat lain. Suhu tubuh 61 turis Tiongkok itu diperiksa personel kantor kesehatan pelabuhan (KKP) di Bandara I Gusti Ngurah Rai. Seluruh penumpang yang berangkat memiliki suhu tubuh tak lebih dari 38 derajat.

KKP juga menginformasikan bahwa kru dan dokter yang dibawa di dalam pesawat carter tidak diperkenankan turun. Sesuai dengan instruksi Kementerian Perhubungan, KKP tetap melakukan disinfeksi di dalam pesawat selama 20 menit kepada kru dan tim medis. Termasuk bagasi kru dan bagasi tercatat di lambung pesawat. Menurut Fahmi, hal itu dilakukan untuk meminimalkan potensi penularan virus korona.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Hengki Angkasawan menyatakan, Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub telah mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh stakeholder untuk menyepakati standard operating procedure (SOP) penanganan penerbangan tersebut. Salah satunya, petugas ground handling dan KKP yang memasuki pesawat harus mengenakan pakaian proteksi sesuai standar.

Sebelumnya, Kemenhub menerbitkan surat edaran antisipasi persebaran 2019-nCoV di lingkungan pelabuhan. Surat edaran itu, menurut Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ahmad, merupakan wujud keseriusan Kemenhub untuk mengantisipasi persebaran virus baru tersebut. Surat Edaran Nomor SE.5 Tahun 2020 yang ditandatangani direktur jenderal perhubungan laut itu berisi beberapa instruksi agar penyelenggara pelabuhan mengidentifikasi kedatangan semua kapal yang melayani pelayaran luar negeri. Khususnya dari negara-negara yang terinfeksi virus korona itu.

”Untuk mencegah masuknya wabah virus tersebut melalui jalur laut, dibentuk Tim Terpadu Penanganan Virus Penyakit Pneumonia Berat, yang terdiri atas berbagai pihak terkait di pelabuhan. Antara lain, KKP, balai karantina, bea dan cukai, imigrasi, penyelenggara atau operator pelabuhan, serta instansi lain,” tutur Ahmad.

Sementara itu, di Natuna, 238 WNI yang dievakuasi dari Hubei, Tiongkok, masih menjalani proses observasi. Berdasar video yang dikirimkan Kepala Pusat Krisis Budi Sylvana yang turut diobservasi karena menjadi tim penjemput, diketahui bahwa selain pemeriksaan seluruh orang yang diobservasi, dilakukan penyemprotan disinfektan. Penyemprotan dilakukan mulai dalam kamar atau tenda hingga toilet. Tujuannya, membunuh kuman.

Konjen Tiongkok di Denpasar Gou Haodong seperti dikutip Agence France-Presse menyatakan, warga Tiongkok yang pulang berasal dari Wuhan. Namun, masih banyak yang memilih memperpanjang liburan di Bali. Ada sekitar 3 ribu turis Tiongkok di Bali. ”Kami akan mempertimbangkan untuk mengirim pesawat lain jika ada permintaan (pulang),” terang Gou Haodong.

Dia menjelaskan, para turis yang dievakuasi itu sejatinya menyukai Bali. Gou yakin mereka kembali lagi untuk berwisata ke sana suatu hari nanti. Mereka yang memilih tetap tinggal di Bali punya alasan berbeda-beda. Tapi, menurut Gou, mayoritas ingin berlibur lebih lama.

Namun, fakta di lapangan tidak demikian. Para turis itu takut pulang. Steven Gu, salah satunya. Dia seharusnya pulang ke rumahnya di Provinsi Jiangsu untuk merayakan Imlek akhir bulan lalu. Tapi, saat mengetahui ada wabah virus korona, dia memilih untuk tinggal di Bali lebih lama. Gu berlibur bersama anak, istri, dan orang tuanya.

”Epidemi di Tiongkok sangat serius saat ini. Karena itu, saya berharap bisa menjaga keluarga tetap selamat dengan tinggal di Bali,” ujar Gu seperti dikutip South China Morning Post. Dia akan pulang begitu situasinya sudah aman. Gu berharap itu tidak akan lama.

Setiap tahun ada 2,1 juta turis Tiongkok di Bali. Namun, sejak virus korona dari Wuhan merebak, kunjungan turis Tiongkok turun drastis. Dari 6 ribu orang per hari menjadi seribu orang saja. Jumat (7/2) otoritas di Bali menolak masuknya 41 turis asing. Sebab, turis tersebut baru-baru ini berkunjung ke Tiongkok. Beberapa di antaranya berasal dari Rusia, Brasil, Selandia Baru, Maroko, dan Inggris.

Terpisah, Kepala Kantor Otoritas Bandara Wilayah IV Elfi Amir mengungkapkan bahwa turis Tiongkok yang dievakuasi itu sudah menjalani cek medis. Mereka dinyatakan sehat.(jpc)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: