DEMOKRASI.CO.ID - Penetapan virus corona COVID-19 sebagai bencana nasional oleh Presiden Jokowi, punya banyak konsekuensi termasuk ke ekonomi dan industri keuangan. Karena merebaknya virus corona juga membawa dampak yang cukup parah, ke sektor ekonomi dan keuangan.
Apalagi Presiden Jokowi sebelumnya telah melontarkan janji, untuk melonggarkan cicilan kredit, bahkan hingga setahun.
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Hukum Keuangan dan Pasar Modal, Arman Nefi, menyatakan pada kondisi bencana nasional maka status force majeure atau overmacht, yang disebut sebagai keadaan memaksa (keadaan kahar), akan muncul dengan sendirinya.
Sehingga dosen pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, mendorong otoritas keuangan dan moneter harus segera mengambil langkah besar. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, Kepala Eksekutif Lembaga Penjaminan Simpanan, menurutnya harus berembuk dan mengambil keputusan agar dapat mengimplementasikan isi dari pidato Presiden.
“Mereka segera berembuk untuk menunda segala bentuk cicilan debitur. Bisa dimulai untuk 3 bulan pertama dulu,” kata Arman menjawab kumparan, Senin (13/4).
Dia menambahkan, penundaan cicilan kredit itu tetap harus mengutamakan itikad baik. Artinya debitur tidak serta-merta memanfaatkan situasi ini sebagai keadaan memaksa. “Kalau masih ada kesanggupan memenuhi perjanjian (untuk mencicil) ya penuhi,” ujarnya.
Kondisi force majeure dalam status bencana nasional, kata Arman, Berbeda dengan wanprestasi. Perbedaan paling nyata, pada wanprestasi ada unsur itikad tidak baik. Untuk itu bank atau lembaga pembiayaan, tetap berhak melakukan verifikasi satu per satu debiturnya.
“Verifikasi dengan mata batin. Itikad untuk membantu meringankan dalam suasana bencana nasional. Biasanya kalau niat menolong, sense of crisis-nya muncul. Yang ditolong juga jujur menyampaikannya,” imbuhnya.
Dengan adanya pelonggaran kredit bagi debitur, tentu ada risiko yang ditanggung bank dan lembaga keuangan. Karena mereka pun punya kewajiban terhadap nasabah yang menyimpan dananya di bank. Untuk itu kebijakannya harus terpadu.
“Makanya saya usulkan lewat Bank Indonesia juga memberikan kelonggaran kewajiban pada nasabah sebagai pemilik dana pihak ketiga. Harus semua pihak keluar dulu dari aturan-aturan yang normal,” katanya.
“Betul, ini bencana. Jauhkan berpikir ideal,” tandas Arman.
Dia juga menilai keputusan Presiden Jokowi menetapkan masalah virus corona sebagai bencana nasional, merupakan langkah yang tepat, meskipun terlambat. Tapi setidaknya dengan status bencana nasional, seharusnya membuat Presiden dan tim dapat bergerak lebih cepat, tepat, dan taktis.
“Ini kondisi tidak normal, jangan dihadapi dengan SOP biasa. Harus dihadapi dengan SOP kondisi bencana nasional. Jangan buang-buang waktu lagi,” ujar dia. []