logo
×

Jumat, 10 April 2020

Polemik Telegram Kapolri, Pengamat: Napi di Penjara Dibebaskan, Yang di Luar Kenapa Mau Ditangkap?

Polemik Telegram Kapolri, Pengamat: Napi di Penjara Dibebaskan, Yang di Luar Kenapa Mau Ditangkap?

DEMOKRASI.CO.ID - Kapolri Jenderal Idham Azis didesak mencabut atau paling tidak merevisi Surat Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 terkait penanganan kejahatan siber selama penanganan Covid-19.

Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah patroli siber untuk memonitor situasi berita opini, dengan sasaran hoax terkait Covid-19.

Disebutkan juga dalam surat telegran itu, bahwa penghinaan terhadap penguasa atau presiden dan pejabat pemerintah akan dipidanakan.

Pakar Hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menyatakan telegram tersebut hendaknya dianggap sebagai panduan.

Tetapi, proses penegakan hukum harus sesuai dengan asas dan norma hukum. Polri harus menempatkan pidana sebagai ultimum remedium.

"Penerapan pasal penghinaan presiden harus sesuai putusan MK, penangkapan harus dihindari tetapi mengedepankan langkah edukasi dan persuasi," kata Suparji Ahmad, Jumat (10/4).

Bukan tanpa alasan, kata dia, surat telegram Kapolri berbanding terbalik dengan kebijakan Kementerian Hukum dan HAM yang membebaskan narapidana untuk mencegah penyebaran Covid-19.

"Napi yang sudah dipenjara saja dibebaskan karena over capacity dan corona. Tetapi kok malah mau menangkap yang baru," katanya terheran.

Lanjutnya, untuk mewujudkan masyarakat yang taat pada kebijakan tidak harus dengan langkah represif. Telegram tersebut hendaknya bermuatan upaya penyadaran masyarakat.

"Dapat dipahami bahwa pemerintah perlu langkah-langkah yang tegas dalam mencegah Covid-19 tetapi langkah tersebut tidak boleh menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan menambah derita rakyat," pungkasnya. [rm]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: