logo
×

Kamis, 16 April 2020

Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Tidak Hanya Bakal Dipecat tetapi Berlanjut ke Proses Hukum

Stafsus Presiden Andi Taufan Garuda Tidak Hanya Bakal Dipecat tetapi Berlanjut ke Proses Hukum

DEMOKRASI.CO.ID - Ulah Staf Khusus (Stafsus) Kepresidenan Andi Taufan Garuda Putra melayangkan surat kepada para camat se-Indonesia bisa berbuntut panjang. Tidak hanya pemecatan tetapi berlanjut ke proses hukum.

Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto di Jakarta, Rabu (15/4).

Menurutnya, sebagai pejabat, yang bersangkutan harus berani mempertanggungjawabkan tindakannya itu.

"Bila perlu proses pertanggungjawabannya dilakukan baik dari persepektif moral, politik dan hukum. Apabila terbukti salah maka bukan saja pemecatan, tetapi proses lebih lanjut sesuai aturan hukum yang berlaku," ucap Didik.

Diketahui, dalam surat bernomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tanggal 1 April 2020, Taufan meminta para camat melibatkan perusahaannya sendiri, PT Amartha Mikro Fintek dalam penanganan virus Corona (Covid-19). Belakangan, surat tersebut ditarik dan dia meminta maaf setelah suratnya itu bocor ke publik.

Didik pun melihat tindakan Taufan menyurati camat se-Indonesia itu dari berbagai perspektif. Pertama dalam hal kewenangan apakah stafsus berwenang menerbitkan instruksi tersebut, apalagi mengatasnamakan Sekretariat Kabinet lengkap dengan kop suratnya.

Sepanjang pemahamannya, seharusnya Seskab mempunyai pedoman tata naskah dinas dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di lingkungannya. Kalau stafsus tidak punya kewenangan yang sah menurut aturan perundang-undangan, maka konsekuensinya bukan hanya moral, tapi juga tanggung jawab politik dan hukum.

"Karena konsekuensi dari penyalahgunaan jabatan tersebut berpotensi membuat daya rusak yang cukup sistematis dalam perspektif tata kelola kepemerintahan," tegas ketua Departemen Hukum dan HAM DPP Demokrat ini.

Secara akuntabilitas, konsekuensi dari tugas, kewenangan dan tindakan pejabat pemerintah mengandung risiko jabatan dan tanggung jawab di depan hukum. Hal ini tidak booleh dimaklumi begitu saja dengan alasan muda atau kurang berpengalaman.

"Dengan segala alasan apa pun, setiap pejabat yang menyalahgunakan jabatannya wajib bertanggung jawab secara moral, politik dan hukum. Negara tidak boleh diskriminatif atau bahkan memberikan previlige kepada orang yang salah," jelas legislator asal Jawa Timur ini.

Apabila apa yang dilakukan stafsus tersebut ada unsur delik yang dilanggar, penegak hukum juga tidak boleh diam. Harus ada tindakan supaya pejabat yang bersangkutan segera sadar diri mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah dibuatnya.

Terlebih lagi bila substansi dalam surat tersebut diduga ada konflik kepentingan antara jabatannya dan perusahaannya, maka ini akan bisa berpotensi adanya dagang pengaruh atau trading influence.

"Apabila ada indikasi adanya keuntungan yang didapat, maka PPATK wajib untuk segera menelusuri transaksi di perusahaan milik pejabat atau afiliasinya tersebut," jelas Didik.

Tidak cukup sampai di situ, guna mewujudkan good and clean govermnent, KPK juga tidak bisa tinggal diam, termasuk OJK apabila ada kegiatan pengumpulan dana dari masyarakat. Apalagi Presiden melalui Kepres 12/2020 telah menetapkan Penyebaran Covid-19 ini menjadi Bencana Nasional.

"Artinya siapa pun yang berpotensi memenuhi unsur delik korupsi ancaman hukumannya bisa hukuman mati," tandas legislator kelahiran Magetan ini.[nn]
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: