DEMOKRASI.CO.ID - Sulitnya pengajuan izin pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin menunjukkan bahwa pemerintah pusat enggan bertanggungjawab penuhi kebutuhan hidup rakyatnya jika dilakukan Karantina Wilayah.
Pakar politik dan hukum Universitas Nasional Jakarta, Saiful Anam mengatakan, PSBB merupakan kebijakan yang tidak mewajibkan pemerintah pusat untuk menjamin kebutuhan dasar manusia.
"Sehingga kasus DKI yang sempat ditolak itu semakin memastikan bahwa terjadi tarik ulur tentang pemenuhan kebutuhan dasar manusianya itu kewajiban siapa?," ucap Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (7/4).
Apalagi kata Saiful,Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto sempat menolak pengajuan PSBB dari Pemprov DKI lantaran kekurangan dokumen soal anggaran untuk penuhi kebutuhan pokok masyarakat menunjukkan bahwa pemerintah pusat ingin menghindari tanggungjawab.
"Saya yakin disitu problemnya, karena PSBB ini tidak jelas arahnya kemana, karena secara hukum sekali lagi Pusat dan Daerah tidak memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan kebutuhan dasar, istilahnya dikasih iya, tidak dikasih tidak ada dosa," jelas Saiful Anam.
Sehingga, alasan pemerintah pusat menolak mengambil kebijakan Karantina Wilayah semakin terlihat karena takut dan tidak mampu negara dalam mencukupi kebutuhan dasar rakyatnya.
"Pemerintah takut dengan bayangannya tentang adanya ancaman kerusuhan dan tidak mampunya negara dalam mencukupi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga diambil kebijakan ngambang yang tidak ke kanan tidak ke kiri (PSBB)," terang Saiful.
Saiful menambahkan, dengan menerapkan PSBB yang akan dirugikan adalah masyarakat kecil lantaran tidak bisa mencari nafkah serta tidak mendapat jaminan dari pemerintah pusat untuk penuhi kebutuhan dasar.
Yang rugi siapa? Jelas masyarakat kecil. Mereka dipaksa dirumah tapi tidak jelas darimana untuk mencukupi kebutuhan dasarnya," pungkas Saiful.(rmol)