DEMOKRASI.CO.ID - Di tengah keadaan darurat nasional yang diterapkan di Timor Leste untuk mengerem penularan virus corona atau Covid-19, konflik politik antar partai politik di negara tersebut justru semakin memanas.
Wakil Ketua Fraksi Kongres Nasional Rekonstruksi Timor (CNRT) Patrocino dos Reis Fernandes, menuding bahwa partai politik Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independente (Fretilin), saat ini tengah berupaya "mengais" kekuasaan di Aliansi Mayoritas Perubahan ke Kemajuan (AMP) untuk kemudian masuk dalam struktur pemerintahan.
Untuk diketahui, CNRT adalah salah satu partai politik terbesar di Timor Leste yang didirikan oleh mantan Presiden Xanana Gusmao pada bulan Maret 2007 lalu.
Sementara Fretilin merupakan gerakan pertahanan yang berjuang untuk kemerdekaan Timor Timur, semula dari Portugal dan kemudian dari Indonesia, antara tahun 1974 dan tahun 1998
Setelah Timor Timur mendapatkan kemerdekaan dari Indonesia, Fretilin menjadi salah satu partai politik yang berusaha mendapatkan kuasa dalam sistem multi-partai.
Di Timor Leste sendiri, CNRT yang dipimpin Xanana Gusmao telah membentuk koalisi baru untuk pemerintahan baru Timor Leste awal tahun 2020 ini setelah pemerintah koalisi bubar pada akhir 2019 lalu.
Enam partai politik yang terdiri dari partai CNRT, Partai Demokrat, partai KHUNTO, UDT, PUDD dan Frenti-Mudansa menandatangani sebuah akta koalisi untuk membentuk pemerintahan kesembilan yang disebut dengan AMP di kantor partai CNRT pada tanggal 22 Februari lalu.
Sedangkan Partai Fretilin dan Partai Pembebasan Popular (PLP) berada dalam oposisi di Pemerintahan Kesembilan tersebut.
Pada saat itu, Xanana menyebut bahwa jika kebuntuan politik ini dibiarkan begitu saja, maka hal akan membawa kerusakan besar pada perekonomian dan membuat negara itu menjadi rentan.
Namun kini Wakil Ketua CNRT, Patrocino dos Reis Fernandes menuding bahwa Fretilin ingin mencari kekuasaan.
"Fretilin ingin memimpin, lebih baik membentuk koalisi baru. Saat ini Fretilin tidak ada jalan untuk terlibat dalam pemerintah AMP," kata Patrocino di Parlemen Nasional di Dili pada Jumat (8/5), seperti dikabarkan The Oekusi Post, media online yang berbasis di Oe-Cusse Ambeno, sebuah distrik di Timor Leste.
Pernyataan itu bukan tanpa landasan. Dia menjelaskan, fakta politik di balik Presiden Timor Leste, Francisco Guterres Lu Olo maupun Sekretaris Jenderal Partai Fretilin, Mari Bin Amude Alkatiri yang selalu menyampaikan pernyataan yang sama, bahwa mereka terus mendukung Perdana Menteri Taur Matan Ruak untuk memimpin pemerintahan sampai tahun 2023.
Hal itu, menurutnya, semakin tampak setelah Rancangan Anggaran Negara tidak lolos di Parlemen Nasional pada tanggal 17 Januari 2020 lalu. Pada saat itu, perdana menteri mengajukan permohonan pengunduran diri, namun tidak ada keputusan tertentu dari presiden selama lebih dari 60 hari. Hal tersebut menyebabkan perdana menteri menarik kembali permohonan pengunduran dirinya.
Lebih lanjut Patrocilo membeberkan fakta lainnya, yakni pada Sabtu, 21 Maret 2020 petang, Partai Pembebeasan Popular menandatangani satu platform kesepakatan dengan Partai Frentilin untuk memimpin bersama.
Kemudian, muncul daftar susunan anggota kabinet baru yang diakukan kepada kepala negara dengan melibatkan lima orang anggota dari Partai Frentilin, dan satu orang dari Partai Demokrat.
Sedangkan tujuh anggota pemerintah dari Partai CNRT yang belum dilantik sejak Juni 2018 lalu hingga saat ini, tidak diberi kesempatan untuk terlibat dalam struktur pemerintahan.
"Ini seperti orang lompat dari pagar belakang dan masuk ke dapur orang lain untuk mencari nasi basi," tekan Patrocino. (Rmol)