DEMOKRASI.CO.ID - Aksi marah-marah Endang Wijaya menarik perhatian khalayak banyak. Kakak Senior Wali Kota Bogor Bima Arya itu, tak terima lantaran ditegur petugas yang mengingatkan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Bogor.
Video aksi Endang marah-marah tersebar viral di media sosial. Endang melanggar aturan PSBB karena saat membawa mobil, istrinya berada di kursi penumpang depan. Menurut aturan PSBB, kursi depan hanya boleh diisi oleh sopir.
Namun, Endang tak terima, langsung meninggikan suaranya terhadap petugas PSBB dari Dinas Perhubungan (Dishub) dan Polisi Militer (PM). Endang berargumen sebaik-baiknya lelaki Muslim adalah yang menghargai istrinya.
"Ya sudah saya jelaskan, silakan foto! Nama saya Endang Wijaya. Sampaikan ke Pemerintah Daerah Bogor, Bima Arya. Saya menghormati aturan, tapi saya lebih menghormati aturan Allah. Saya suami harus menghargai istri saya," kata pria itu seperti video yang beredar di media sosial, Minggu (3/5/2020).
Saya tidak mau meninggalkan istri saya ke belakang rumah, ke belakang ini.... Saya tidur dengan istri tidak apa-apa, masa di dalam mobil harus pindah. Saya sudah mematuhi aturan, pakai ini (masker), bawa hand sanitizer, segala macem. Apanya yang salah!," lanjut pria tersebut.
Kini, Endang ditetapkan sebagai tersangka karena melawan petugas. Namun, dia tidak ditahan oleh Polres Kota Bogor.
"(Status) sebagai tersangka," kata Kapolres Bogor Kota Kombes Hendri Fiuser, saat dihubungi wartawan, Selasa (5/5).
"Sudah pulang tadi siang, tidak ditahan, (tetapi) proses hukum berlanjut," imbuh Hendri.
Aksi koboi Endang menarik perhatian Jaksa Agung, ST Burhanuddin. Dia menilai, orang-orang yang melawan saat diingatkan harus diberi efek jera.
"Bayangin aja seperti yang kami lihat kemarin di Bogor lebih galak malah objek yang diperiksa daripada pemeriksanya dan ini tidak sehat. Seharusnya dilakukan penindakan-penindakan dan tentunya di dalam penindakan tadi bisa dilakukan seperti tilang tipiring atau mungkin juga bisa dengan acara singkat, pemberkasan dan ada batas waktunya sehingga tidak terlalu lama dapat dibawa ke persidangan," ucap Burhanuddin, dalam siaran channel YouTube BNPB, Jumat (8/5).
"Itu tadi masukan ke beliau dan beliau setuju dan memang ini perlu ada evaluasi," imbuhnya.
Jaksa Agung menyarankan agar ada upaya represif selain sosialisasi dan preventif.
"Masukan dari saya adalah 3 hari sosialisasi, 3 hari kemudian adalah preventif, 3 hari ke depannya, di hari ke 7 adalah represif," kata Burhanuddin.
Bagi Burhanuddin, petugas perlu ada wibawa, jangan sampai lebih banyak lagi pelanggar bentak-bentak petugas. Sehingga, jalan represif menjadi solusi di lapangan.
"Karena kalau lihat dari yang ditayangkan di TV bagaimana mereka begitu dilakukan operasi membantah, bahkan lebih galak lagi yang diperiksa. Ini adalah hal-hal yang mengkhawatirkan. Untuk itu tadi saya memberikan masukan, lakukan tindakan represif supaya apa, muka teman-teman yang di lapangan itu tidak malu," katanya.(dtk)