DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah China kini sedang membuat vaksin untuk Corona. Vaksin ini nantinya akan diproduksi dan disebarluaskan sebagai 'penebus dosa'.
Vaksin Corona saat ini sudah di tahap pengujian terhadap manusia. Di sebuah pusat medis di kota Xuzhou, belasan orang dewasa yang sehat menjadi relawan untuk pengujian vaksin COVID-19 pertama kalinya.
Mereka termasuk sedikit kelompok di China, Amerika Serikat dan Inggris yang sedang melakukan uji coba beberapa potensi vaksin kepada manusia. Perusahaan China yang sedang mengembangkan vaksin di Xuzhou, Sinovac Biotech, mengaku mereka bekerja tanpa henti untuk memproduksi vaksin ini.
"Biasanya pembuatan vaksin memerlukan waktu antara 8 sampai 10 tahun," kata direktur senior Sinovac, Meng Weining kepada ABC.
"Untuk vaksin ini, di tengah pandemi, kami berusaha maksimal mengambil langkahnya secepat mungkin," imbuhnya.
Untuk diketahui Sinovac adalah sebuah perusahaan swasta yang didukung oleh pemerintah China. Sebelum membuat vaksin Corona perusahaan ini juga membuat vaksin SARS, tak hanya itu mereka juga ikut terlibat dalam pembuatan vaksin flu burung dan vaksin untuk mengobati hepatitis.
Pemerintah China sudah mendapat banyak kritikan atas berbagai kesalahan di masa awal ketika wabah terjadi dengan menutup-nutupi informasi parahnya keadaan. Hal inilah yang menjadikan otoritas China membuat vaksin sehingga disebut 'penebus dosa'
Mereka sejauh ini sudah berhasil menghentikan penyebaran virus di dalam negeri. Namun, banyak negara sudah mendukung seruan Australia bagi adanya penyelidikan internasional.
Beberapa politisi di Amerika Serikat sudah menyerukan adanya kompensasi dari China. Sama seperti di Amerika Serikat, beberapa ilmuwan China sudah menyampaikan optimisme akan ada vaksin dalam masa 1-2 tahun, namun mereka yang terlibat lebih bersikap hati-hati dalam pernyataan mereka.
"Saya tidak tahu seberapa cepat kami akan bisa melakukannya, namun dibandingkan proses normal, kami lebih cepat," kata Meng Wenning dari Sinovav.
Kemunculan virus corona mulai terdeteksi pertama kali di negara China pada awal Desember 2019. Kala itu, sejumlah pasien berdatangan ke rumah sakit di Wuhan dengan gejala penyakit yang tak dikenal.
Dikutip dari CNN, virus Corona sebenarnya sudah ada sejak lama. Namun, virus tersebut biasa ditemukan pada hewan, seperti kucing, anjing, babi, sapi, kalkun, ayam, tikus, kelinci, dan kelelawar.
Hewan yang terkena virus Corona hanya bisa menulari ke sesama binatang, tidak ke manusia. Bahkan, sebagian hanya bertahan pada inang aslinya saja dan tidak menyebar.
"Biasanya virus dari satu hewan tidak menular ke spesies hewan lain, atau ke manusia," kata Kepala Divisi Penyakit Menular Anak-anak di Rumah Sakit Anak Pittsburgh University Center Medical Pittsburgh, Dr John Williams.
"Jadi biasanya jika virus berpindah dari hewan ke manusia, itu seperti jalan buntu. Orang itu sakit tetapi tidak menyebar lebih lanjut," sambungnya.
Kemudian, sebuah penelitian yang diterbitkan bulan Februari menyebutkan bahwa tampaknya virus corona berasal dari kelelawar. Virus tersebut berhasil bermutasi dari tubuh sang inang.
Penelitian tersebut menemukan virus Corona pada kelelawar memiliki 96% genetik yang mirip dengan virus corona yang saat ini menginfeksi orang di seluruh dunia. Namun, virus corona bukan infeksi langsung dari kelelawar, melainkan dari spesies lain yang terinfeksi dari kelelawar dan akhirnya menyerang tubuh manusia.
Peneliti lain juga menyebutkan 13 dari 41 pasien yang terinfeksi tidak memiliki hubungan dengan pasar yang menjual hewan liar. Sehingga, para peneliti belum mengetahui betul virus corona berasal dari mana.(dtk)