DEMOKRASI.CO.ID - Sebanyak 156 tenaga kerja asing (TKA) asal China tiba di Bandar Udara Haluoleo Kendari, Selasa (23/6). Kedatangan mereka langsung mendapat pengawalan ketat aparat TNI dan Polri.
Di tengah gelombang demo warga di sekitar bandara, rombongan TKA ini turun sekira pukul 20.30 WITA menggunakan pesawat Lion Air. Para TKA kemudian diarahkan melewati pintu keluar khusus.
Masih dalam pengawalan ketat, para TKA dibariskan satu per satu lalu masuk dalam mobil sedang. Setiap mobil mengangkut enam orang TKA China.
Tak ada pemeriksaan terhadap identitas para TKA ini. Sebelum diberangkatkan ke Morosi Kabupaten Konawe, rombongan mobil lebih dulu dibariskan sambil menunggu seluruh TKA masuk dalam mobil.
Sementara di simpang empat Desa Ambaipua Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan, mahasiswa menggelar bakar ban dan bersiap mencegat jalan rombongan TKA. Mereka menggelar demo penolakan kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China.
Rencananya ratusan TKA asal negeri tirai bambu itu akan didatangkan secara bergelombang. Pada gelombang pertama telah datang 152 TKA.
Saat aksi digelar, massa sempat merazia salah satu kendaraan yang hendak masuk Bandara. Mobil jenis Hilux itu memuat satu TKA China yang didampingi oleh penerjemah. Seluruh penumpang mobil itu diturunkan paksa dan dicecar beberapa pertanyaan terkait kepentingannya masuk Bandara.
TKA China tersebut diketahui bernama Mr Wei. Ia sudah satu tahun di Sultra dan bekerja di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) sebagai pengawas operator kendaraan. Mereka ke Bandara Halu Oleo Kendari untuk mengikuti rapid test dan selanjutnya balik ke China. TKA ini diketahui telah habis masa berlakunya untuk tinggal di Indonesia.
"Mau kembali ke China hari ini," kata penerjemah TKA China Hendri.
Lihat juga: Rencana 500 TKA China Masuk Sultra Diwarnai Penolakan
Pertanyakan kejujuran penggunaan visa
Sementara itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra, Abdurrahman Shaleh meminta perusahaan maupun unsur pemerintah jujur soal visa yang digunakan para TKA tersebut.
"Kita perlu kejujuran dan transparansi," kata Rahman di Bandara Haluoleo Kendari saat ikut dalam demo massa.
Ia menyebut penolakan TKA China selama ini bukan sebagai bentuk anti-investasi. Namun, kata dia, kedatangan TKA ini ada hubungannya dengan keterpenuhan aturan hingga implikasi pendapatan daerah.
Ia menyebut, berkaca pada kedatangan 49 TKA China beberapa waktu lalu, ditemukan fakta bahwa mereka menggunakan visa 211 atau visa kunjungan.
"Harusnya, TKA ini menggunakan visa 312 khusus tenaga ahli," kata Rahman.
Ia menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, TKA yang dipekerjakan harus memiliki spesifikasi keahlian di bidangnya. Hal itu yang membuat kemestian bahwa TKA harus menggunakan visa 312.
Kedatangan TKA juga ini, kata dia, mestinya dapat menguntungkan daerah dalam hal pajak pendapatan mereka. Setiap satu TKA, sebut dia, gajinya dipotong 100 dolar per bulan per orang. Namun hal itu tidak akan terpenuhi bila mereka menggunakan visa kunjungan.
Setiap TKA, sebut dia, mendapatkan gaji 1.500 dolar. Bila dirupiahkan mencapai Rp 37 juta. Pendapatan mereka sejatinya dipotong pajak 20 persen sekitar Rp 9 juta.
"Jika di Sultra ada 1.000 TKA menggunakan visa kunjungan, maka ada kerugian daerah kita Rp9 miliar dalam sebulan. Jika mereka 10 bulan di sini, kerugian kita 90 miliar," bebernya.
Rahman Saleh menyebut, 49 TKA China sebelumnya harusnya sudah bisa dipidana dengan UU Keimigrasian karena menggunakan visa kunjungan namun bekerja di perusahaan dengan gaji besar.
"Itu ada pidananya 5 tahun dan denda Rp 500 juta," jelasnya. []