DEMOKRASI.CO.ID - Persaudaraan Alumni (PA) 212 mendesak MPR menggelar sidang istimewa guna memberhentikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam aksi penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), yang merupakan usulan DPR. Partai NasDem menyebut tuntutan itu tidak nyambung.
"Nggak nyambung banget ini, ibaratnya kakinya gatel, kepalanya yang digaruk," kata Waketum NasDem Ahmad Ali kepada wartawan, Rabu (24/6/2020).
Ali mengatakan justru Jokowi harus diberi apresiasi. Sebab, pemerintah tidak mengirimkan utusan ke DPR yang berarti pembahasan RUU HIP tidak dilanjutkan. Menurutnya, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud Md juga telah menyatakan tidak melanjutkan RUU HIP.
"Ini kan harusnya mereka mengapresiasi Jokowi dong, kalau kemudian mereka marah tentang RUU HIP, itu harus mengapresiasi Jokowi, karena Jokowi tidak melanjutkan pembahasannya," ujarnya.
"Dalam pembahasan UU kan ada dua pihak, pihak DPR yang tanda kutip setuju untuk dibahas, walaupun dalam pembahasan ada banyak dinamika, tapi pemerintah kan jelas lewat Menko Polhukam tidak melanjutkan pembahasan, kalau pemerintah tidak setuju kan nggak bisa dibahas, nyambungnya apa dengan Jokowi?" lanjut Ali.
Ali mengatakan seharusnya masyarakat harus bersatu berjuang di tengah masa pandemi. Bukan justru melakukan hal yang tidak masuk akal.
"Menurut saya ini nggak perlu di... kita hanya berpesan harusnya dalam kondisi COVID seperti ini, ayo dong masa kita buat hal-hal yang tidak masuk akal, hanya bersatu kita bisa kuat," katanya.
Desakan itu merupakan tuntutan aksi dari PA 212 yang digelar pada Rabu (24/6) siang di depan gedung DPR. Tuntutan tersebut dibacakan oleh Ketua Pelaksana Pergerakan Aksi PA 212 dkk Edy Mulyadi dalam orasinya. Ada 4 tuntutan yang dibacakannya.
"Kita minta mendesak agar MPR menggelar sidang istimewa untuk memberhentikan Presiden Jokowi," kata Edy dalam orasinya.
Edy menuntut MPR menggelar sidang istimewa untuk menurunkan Jokowi. Dia menilai pemerintahan Jokowi membuka ruang yang besar bagi bangkitnya PKI.
"Kita mendesak sidang umum MPR untuk memberhentikan Jokowi sebagai presiden yang memberikan peluang yang besar bagi bangkitnya PKI dan Neo-Komunisme," tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah sudah meminta penundaan pembahasan RUU HIP. Pemerintah menjelaskan saat ini fokus yang harus diselesaikan adalah penanganan virus Corona.
"Di sini kita kembalikan ke nomokrasi dulu bahwa prosedurnya ada di lembaga legislatif tentang RUU HIP itu. Saya kira kita tunggu saja perkembangannya itu, akan ada proses-proses politik lebih lanjut yang akan menentukan nasib RUU HIP," kata Menko Polhukam Mahfud Md di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/6).
Mahfud mengatakan bahwa RUU HIP merupakan usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah tidak bisa mencabut usulan RUU HIP.
"Masalah proseduralnya supaya diingat bahwa RUU itu adalah usulan dari DPR. Sehingga keliru kalau ada orang mengatakan kok pemerintah tidak mencabut. Ya tidak bisa dong kita mencabut usulan UU. Itu kan DPR yang usulkan. Kita kembalikan ke sana masuk ke proses legislasi di lembaga legislatif. Untuk itu kita kembalikan ke sana, tolong dibahas ulang," ujar Mahfud. (dtk)