DEMOKRASI.CO.ID - Soal pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens yang menyebut terbukanya peluang kudeta pemerintahan yang sah oleh kelompok opoisisi, dan aktivis Haris Rusly Moti justru berpandangan sebaliknya dengan menyebut kemungkinkan terbuka peluang kudeta dilakukan oleh faksi di internal, dinilai masih sebatas asumsi.
Begitu kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (5/6).
"Soal faksi-faksi. Dimanapun pasti ada faksi. Dan apakah ada faksi diinternal pemerintah ada yang mau goyang Jokowi itu kan masih dugaan," kata Ujang Komarudin.
Pengamat politik jebolan Universitas Indonesia (UI) ini menilai akan sulit jika dugaan kudeta dilakukan oleh pihak-pihak internal maupun kelompok oposisi seperti yang diprediksi dua orang aktivis di atas. Apalagi disebutkan seperti kejatuhan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
"Jokowi itu punya banyak intel. Tentu punya banyak informasi. Dan Jokowi sudah banyak belajar dari kasus kejatuhan Gus Dur," kata Ujang Komarudin.
Hal itu terbukti dengan mampu bertahannya Jokowi yang pada periode pertama dikabarkan akan dikudeta namun tidak terjadi. Artinya, potensi kudeta untuk konteks kekinian tersebut masih sebatas dugaan dan prediksi semata.
"Di periode pertama Jokowi juga pernah ada isu, kepemimpinan Jokowi tak akan sampe dua tahun. Tapi nyatanya Jokowi masih bertahan hingga kini. Namanya juga isu. Bisa benar. Dan bisa juga salah. Gimana mau turunkan Jokowi, parlemen saja hampir full dikuasai Jokowi," tuturnya.
"Tak ada opisisi di negeri ini. Walaupun PKS mengaku sebagai oposisi. Buktinya ketika revisi UU KPK disahkan. Tak ada oposisi. Jadi tak mungkin dilakukan oposisi. Dan sulit juga dilakukan oleh faksi di pemerintah. Pasti Jokowi juga tahu. Dan pasti akan dikerjai Jokowi," demikian Ujang Komarudin menambahkan. (Rmol)